Oleh : Dr. I Nyoman Mudiarcana
Riwayat
Singkat:
Perkiraan lahir tahunSaka1222-an atau
1300-an M
Nama Sebelumnya Mpu Jiwaksara Putra dari
Mpu Dwijaksara.
1. Tahun 1322 M,
Ditugaskan di Bali untuk menjadi Patih di Bali oleh Raja Kalagemet (Jayanegara)
atas usul Maha Patih Gajah Mada, untuk mendampingi Raja yang memerintah di
Bali. Bertugas di Bali bersama
Ayahndanya yang bernama Mpu Dwijaksara yang diangkat menjadi Bhagawanta Raja
yang memerintah di Bali.
2. Tahun 1335 pada
Senin Umanis uku Sungsang sasih Karo diangkat menjadi patih Amangkubumi dengan
Abhiseka Ki Patih Ulung.
3.
1343-1352dianugrahi
Oleh Mahapatih Gajah Mada Sebagai Adipati
(Raja) di Bali dengan Gelar Kiyai Gusti Agung Pasek Gelgel (I).
4.
1352-1358
kembali menjadi Patih (patihnya Sri Krena Kepakisan ) dengan pangkat Patih Amangkubumi dengan Gelar Kiyayi Gusti Agung
Pasek Gelgel (I) bersama sama dengan Kriyan Nyuh Aya.
5.
1358
: Karena ada intrik politik diantara para pejabat Keadipatian Bali, dimana para
Arya dari Majapahit keturunan Kediri (Kriyan Nyuh Aya) menginginkan jabatan patih Amangkubumi dijabat
olehnya maka Kiyayi Gusti Agung Pasek Gelgel (d/h Ki Patih Ulung) mengundurkan
diri dari Patih Amangkubumi dan memilih menjadi Bendesa di Desa Mas.
Patih Ulung, adalah seorang Patih yang sangat
berperan pada masa transisi pemerintahan di Bali, yaitu pada masa pemerintahan Raja Sri Astasura
Ratna Bumi Banten ke Masa Majapahit. Patih Ulung sebelumnya adalah seorang Brahmana bernama Mpu Jiwaksara. Beliau merupakan putra
Mpu Dwijaksara(II) - kelurgaMahagotra Pasek Sanak Sapta Rsi dari garis keturunan Mpu
Witadharma.
Bahwa, sehabis Pemberontakan Ra Kuti berhasil
dipadamkan th 1319 M , Gajah Mada diangkat menjadi Patih di Majapahit. >>> Atas usul patih Gajah Mada, kekuasaan dinasti
Warma di Bali supaya dipulihkan untuk memperkuat dukungan kerabat dinasti
Warma kepada Majapahit.
Pada tahun 1322 M Mpu Dwijaksara (II) bersama anaknya yang
bernama Mpu Jiwaksara, di tugaskan oleh Raja Kalagemet/Jayanegara ( berkuasa th.
1309-1328 M) dari Majapahit, atas usul
Gajah Mada ke Bali. >>> Mpu
Dwijakasara diangkat menjadi BHAGAWANTA
kerajaan yang memerintah di Bali. Tugas pokok Mpu Dwijaksara adalah memberikan
Pendampingan kepada Raja Bali dan memelihara
dan mengatur Parahyangan-Parahyangan di Bali, terutama di Besakih, Lempuyang,
Silayukti dan Gelgel, dan menegakkan
kembali sasana ke Brahmana an di Bali. >>> Beliau berasrama di Gelgel.
ditempat bekas pasramannya Mpu Gana.
Sedangkan anaknya yang bernama Mpu Jiwaksara
diangakat menjadi PATIH di Bali, guna mendampingi raja Bali dari Dinasti Warma
yang akan segera dipulihkan
kedudukannya.
Seperti
diketahui, Kerajaan Bali telah ditundukkan oleh Kertanegara dari Singhasari
tahun 1284 M. Setelah selama hampr 40 tahun dikuasai oleh Ksatrya Singasari ( Kriyan Demung Sasabungkulan dan Kebo Parud
Makakasir ( 1284-1324 M. Kedudukan dinasti Warma di Bali dipulihkan lagi th
1324 oleh Raja Kalagemet dari Majapahit dengan mengangkat : Bethara Çri
Maha Guru (berkuasa th. Saka 1246 – 1250 C /1324- 1328 M) menjadi Adipati Bali. Pengangkatan dan penunjukan ini merupakan Upaya
majapahit untuk terus bisa mengontrol kerajaan Bali berada dibawah kekuasaan
Majapahit.
--------------------------------------------------------------------------------------------
Sebelumnya setelah kerajaan Bali ditundukkan oleh
Raja Kertanegara dari Singhasari, Raja Kertanegara mengangkat Adipati di Bali dari Singhasari yaitu
1. Krian
Demung Sasabungkalan 1284 M
2. Kebo
Parud Makakasir dari tahun. 1284 - 1324 M
Setelah Singhasari Runtuh dan diteruskan dengan
Majapahit maka Dinasti Warma di Bali dipulihkan kembali kedudukannya pada masa
kalagemet (Jayanegara) th 1324 M.
Adapun Raja raja dinasti Warma yang di pulihkan
kedudukannya di kerajaan Bali adalah :
1. Bethara Çri Maha Guru (Saka 1246-1250
/1324-1328 M).
2. Çri Walajaya Krethaningrat (Saka
1250-1259/1328-1337M)
3. Asta Sura Ratna Bumi Banten (Saka
1259-1265/1337-1343M)
Dengan
didampingi Mpu Dwijaksara sebagaai Bhagawanta Kerajaan dan Mpu Jiwaksara
sebagai Patih Kerajaan
----------------------------------------------------------------------------------------------------
Pegangkatan Orang Majapahit di Karajaan Bali dan Pemulihan
Dinasti Warma di Bali th 1324 M merupakan Strategi Politik Gajah Mada. Gajah Mada mengambil kebijakan tersebut setelah
beliau diangkat menjadi Patih oleh Raja Kalagemet.
Gajah Mada sebelumnya adalah seorang Bhayangkara
pengawal keluarga Kerajaan. Karena berhasil menyelamatkan Keluarga Kerajaan dan
berhasil mengalahkan pemberontakan Ra Kuti th 1319 M, maka Gajah Mada diangkat
menjadi Patih Majapahit.
-----------------------------------
Th.
1335 M pada sasih Karo - Senin Umanis Uku Sungsang, pada masa
pemerintahan Sri Walajaya
Krethaningrat (Saka 1250-1259/1328-1337M), Mpu Jiwaksara diangkat menjadi Patih
Amengkubumi dengan gelar Ki Patih Ulung.
Pada
tahun 1337 Sri Astasura Ratna Bumi Banten naik tahta menggantikan Sri Walajaya
Krethaningrtat. Sri Astasura Ratna Bumi
Banten atau yang di kenal juga dengan nama Sri Tapohulung TIDAK MAU MENGAKUI
KEKUASAAN MAJAPAHIT ATAS BALI, dan mau melepaskan diri dari Majapahit. Untuk
keberaniannya itu beliau mengangkat para Panglima/Senopati dan para Patih patih
lainya diantaranya :
1.
Senopati Ki Pasung Grigis di
Tengkulak.
2.
Ki Kebo Iwa di Blahbatuh.
3.
Pangeran Tambyak di Jimbaran.
4.
Ki Kalung Singkal di Taro.
5.
Ki Tunjang Tutur di Tenganan.
6.
Ki Tunjung Biru di Tianyar.
7.
Pangeran Topang di Seraya.
8.
Ki Buahan di Batur.
9.
Rakryan
Girikmana di Ularan.
10. Ki Patih Ulung (dh. Mpu Wijaksara) Tetap di Gelgel
Akibat pembangkangannya itu Sri
Astasura Ratna Bumi Banten dijulukiSRI BEDAHULU – berani menetang pemerintah
Pusat Majapahit.
Akibat pertentangan itu akhirnya Sri
Astasura Ratna Bumi Banten di serang dari berbagai penjuru oleh Majapahit. Dan
akhirnya bedahulu takluk pada majapahit th 1343 M.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pada saat terjadi peperangan antara Majapahit dengan
kerajaan Bali, semua senopati perang tsb takluk kepada pasukan Majapahit yang
di komadani oleh Gajah Mada dan Arya Damar. Para Senopati Raja Sri Astasura
Ratna Bumi Banten ada yang mati di Medan Perang ada yang ditangkap kemudian
ditawan.
Setelah Kerajaan Bali takluk kepada Majapahit maka Kepemimpinan
Bali diserahkan kepada para Arya Majapahit yang ikut memenangkan perang, dengan
mendudukkan para Arya dibeberapa Desa.
Bahwa di Bali ada berapa kawasan yang
sangat disucikan dan dijaga serta dihindarikan dari daerah komplik. Kawasan
tersebut adalah Besakih, Padang-Silayukti, Desa Bisbis-Lempuyang dan Gelgel.
Kawasan tersebut adalah kawasan suci yang dibangun oleh para Mpu dijaman dahulu.
Gajah Mada seorang patih yang sangat
memperhatikan keberadaan tempat-tempat suci umat Hindu. Sehingga menghindari
komplik didaerah tersebut. Oleh karena itu,
saat terjadinya komplik terbuka antara raja Bedahulu dengan Majapahit,
maka Gelgel bebas dari daerah peperangan.
Sudah menjadi suatu tradisi di dalam
kerajaan-kerajaan Hindu sebelumnya bahwa, raja taklukan tetap diberikan kekuasaan
untuk mengatur daerah kerajaannya, tetapi kedudukannya berada dibawah kontrol
raja yang memenangan perang. Sebagai tanda tunduk kepada raja yang memenangkan
perang biasanya diujudkan dalam bentuk setoran upeti (pajak) ke Raja yang
memenangkan perang.
Pejabat kerajaan Bali yang paling
senior saat itu yang terbebas dari komplik-perang dan masih hidup adalah Ki
Patih Ulung – karena Ki Patih Ulung sejatinya adalah seorang Brahmana yang karena dibutuhkan oleh kerajaan diangkat menjadi seorang Patih
Amangkubumi. Lagipula penugasan Ki Patih Ulung di Bali ditunjuk oleh Raja
Kalagemet (Jayanegara) dari Majapahit
atas usulan Patih gajah Mada.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kita
tengok dulu peristiwa kebelakang beberapa tahun lampau
:
Pada tahun 1222 terjadi perseteruan antara Kertajaya atau disebut juga Dandang Gendis Raja Kadiri/Daha dengan kaum Brahmana (anak cucu Mpu
Gnijaya). Anak cucu Mpu Gnijaya lalu
pergi meninggalkan Kediri, ada yang ke Tumapel dan ada yang ke Pasuruan.
Yang ke pasuruan diantaranya
:
1.
Mpu Pemacekan,
2.
Mpu Sangkulputih
3.
Mpu Wiradharma,
4.
Mpu Paramadaksa,
5.
Mpu
Pratekayadnya,
6.
Mpu Wiradangkya,
Yang Ke Tumapel
(pergi lebih dulu dari Daha sebelum berselisih) :
1.
Mpu Wiranatha
2.
Mpu Purwanantha
dg anaknya :
- Mpu Purwa Generasi ke 4
- Ken Dedes Generasi ke 4
Pada saat terjadinya komplik/perang antara Dangdang Gendis atau Kertajaya
dengan Ken Arok, para Brahmana anak cucu Mpu Gnijaya merestui perjuangan
Ken Arok dan bergabung mendukung Ken Arok-suami Ken Dedes (Generasi ke 4 Mpu Gnijaya).
Pada tahun itu juga (1222) Perang antara Tumapel - dibawah Ken Arok melawan
Kediri- dibawah Dangdang Gendis meletus di Desa Ganter yang dimenangkan oleh
pihak Tumapel. Pada perang ini pihak Kediri ditaklukan oleh Ken Arok (Tumapel).
Ken Arok kemudian memproklamasikan
berdirinya Kerajaan baru yang diberi
nama Singhasari.
Dengan kekalahan Dangdang Gendis/ Kertajaya maka berakhirlah kekuasaan Dinasti
Isyana/Warma di Jawa dan diganti oleh Dinasti yang didirikan oleh Ken Arok-Ken
Dedes dengan nama Dinasti Rajasa.
Jatuhnya Kediri oleh Singhasari juga berimplikasi secara politik sampai
ke Bali, karena Raja-Raja Bali adalah berasal dari dinasti Warma - masih satu
dinasti dengan Raja-Raja Kediri-keturunan Airlanga.
Pada Tahun 1267 Mpu Dwijaksara (I/Sangkulputih) dari
Singhasari tiba di Gelgel dan mulai
membenahi dan membangun Pura Dasar Buwana Gelgel. Tetapi akibat situasi politik
yang memanas akibat pertentangan Raja Bali yang masih setia dengan dinasti
Isyana/Warma dengan Raja Singhosari (dinasti Rajasa), maka pembangunan tersebut
tidak bisa dilaksanakan sampai selesai.
Pada th Saka 1208/1286 M Prabhu
Kerthanegara - Raja Singhasari ( dinasti Rajasa ) menyerang Pulau Bali yang dikuasai dinasti Warma. Penyerangan
ke Bali didahului dengan penciptaan mitos bahwa raja Bali disebut sebagai Mayadanawa - melarang umat Hindu bersembahyang
ke Pura Besakih, sehingga Mayadanawa perlu disingkirkan dan diganti dengan raja
yang memberi kesempatan kepada Umat Hindu untuk bersembahyang ke Pura Besakih. Dalam mitos tersebut akhirnya
Mayadanawa ditewaskan oleh Dewa Indra.
Mitos ini merupakan upaya
Raja Kertanegara untuk mengesahkan penyerangannya terhadap kerajaan Bali yang
berdaulat. Raja Kertangera mempersonifikasikan dirinya sebagai dewa Indra,
sementara raja Bali diposisikan sebagai Mayadanawa (Danawa = Raksasa) yang
melarang umat dan rakyat Bali bersembahyang ke pura Besakih.
Dalam naskah lontar "Linaning
Maya Danawa" dikisahkan Maya Danawa mati terbunuh oleh Ki Kebo Parud --
utusan Raja Kerta Negara yang menyerang dari utara.
Sedangkan dalam
Babad Pasek yang diterjemahan oleh I Gusti Bagus Sugriwa, Mayadanawa dikatakan
sebagai keturunan raja Masula-Masuli.
Jadi
menghubungkan kedua sumber tulisan tsb. Mitos Mayadanawa di Bali terjadi pada
masa pemerintahan :Pameswara Çri Hyangning Hyang Adhidewalancana (Saka 1182-1208/1260-1284 M)
Dengan takluknya Kerajaan
Bali oleh Singhasari th. 1284 M, maka kerajaan Bali praktis berada dibawah
kontrol kekuasaan Singhasari (dinasti Rajasa). >>> Untuk memperkuat
kedudukan politik Singhasari atas kerajaan Bali maka Raja Kertanegara mengirim
para Arya dari Singhasari dan Brahmana Sanak Sapta Resi, bersama
Bhujangga Waisnawa ke Bali sebagai penguasa di Bali dan Kedudukan Mpu
Dwijaksara (I)/Sangkulputih) diperkuat sebagai Bhagawanta Kerajaan.
Adapun yang diangkat sebagai
penguasa di Bali dibawah kontrol Singhasari diantaranya :
1.
Kryan Demung Sasabungalan
(Saka 1206/1284M)
2.
Kebo Parud
Makakasir (Saka 1206-1246/1284-1324M)
3.
Sangkul Petak/Sangkul
Putih (dh. Mpu Dwijaksara I) diangkat
menjadi Bhagawanta Kerajaan.
Ke tiga nya orang Singhasari
(Jawa) yang berjasa menaklukkan kerajaan Bali
Tahun 1292 terjadi kudeta di
kerajaan Singhasari yang dilakukan oleh Jayakatwang dari dinasti Warma (Kediri). Dan pada tahun 1293 Jayakatwang berhasil
dikalahkan oleh Raden Wijaya (dinasti Rajasa/Singhasari)
Dengan jatuhnya Kertanegara (Singasari) oleh Jayakatwang (Kediri) dan Jayakawang
(Kediri) kemudian dikalahkan oleh Raden Wijaya (Majapahit) , maka kontrol
atas wilayah kekuasaan Kediri dan Singhasari otomatis digantikan oleh kerajaan Majapahit.
Untuk mewujudkan
cita-citanya mendirikan Kerajaan baru yang kuat, solid dan kokoh, Raden Wijaya
mengumpulkan seluruh Anak cucu keturunan Mpu Gnijaya - kerabat Ken Dedes –
buyut Raden Wijaya yang tersebar di wilayah Tumapel, Pasuruan dan Majapahit dan
menghimpun-nya dalam suatu organisasi bernama Sanak Pitu, sejak itulah Organisasi Sanak Pitu mulai ada. ( I Gusti Bagus
Sugriwa, Babad Pasek, Balimas, Denpasar, 1990).
Pada Purnama Sasih Kapat
(Kartika) tahun 1293 M. Raden Wijaya memproklamasikan berdirinya kerajaan
Majapahit. Dan pada saat yang bersamaan juga disahkan berdirinya Organisasi
Sanak Pitu di Majapahit guna mendukung kelancaran tugas-tugas Kerajaan.
Kerabat Sanak Pitu
(Mahagotra Pasek Sanak Sapta Rsi) yang
menjadi pejabat di Majapahit diantaranya :
1.
Kiyayi
Agung Pemacekan, keturunan Mpu Ketek dijadikan penguasa di
Daerah Pamacekan—wilayah Kediri - Jawa
Timur- pada masa Raden Wijaya.
2.
Arya Kepasekan –
anak dari Mpu Ketek sudah lebih dahulu menjadi Arya di desa Kepasekan – Jawa
Timur pada masa Singhasari.
3.
Kiyayi Agung
Padang Subadra Anak dari Mpu Jiwanata keturunan Mpu Ketek - menantu Krian
Padang Subadra menjadi penguasa di Desa Padang Subadra-Jawa Timur-pada masa
Tribuwana Tungga Dewi.
Kiyayi Agung Padang Subadra ikut menyerang kerajaan
Bali bersama gajah Mada dari arah timur (Tianyar)
4.
Arya Pemacekan-
anak Mpu Pemacekan dijadikan Arya di Desa Pacekan–dekat Tuban - Jawa Timur-pada
masa Kalagemet-Tribuwana Tungga Dewi. >>> Arya Pemacekan ikut ke Bali
bersama Gajah Mada menyerang kerajaan Bali dari arah utara bagian timur
(Bondalem).
5.
Mpu Pemacekan dari
Pasuruan kemudian dipanggil ke Majapahit untuk membatu Majapahit sebagai Anggota
Dang Upadhyaya – pada masa Raden Wijaya - berasrama di Pacekan - Majapahit
(Jawa Timur)
6.
Mpu
Jiwanata-menjadi anggota Dang Upadhyaya di Keraton Majapahit pada masa Raja
Kalagemet
7.
Mpu Dwijaksara
(II), menjadi anggota Dang Upadhyaya di Keraton Majapahit, pada masa
Kalagemet/Jayanegara. Mpu Dwijaksara (II) ini diminta oleh Gajah Mada ke Bali
untuk menjaga Parahyangan-Parahyangan di Bali, diantaranya :
Besakih, Gelgel, Lempuyang dan Silayukti. Keberangkatannya ke Bali
disertai oleh anak dan cucunya, diantaranya Mpu Jiwaksara yang kemudian menjadi
Patih dengan gelar Ki Patih Ulung.
8.
Sedangkan
Keturunan Mpu Purwa (kakak dari Ken Dedes) yang menjadi Arya di daerah Jawa
Timur diantaranya Arya Tatar mengantikan kakeknya dari pihak Ibu - yang bernama
Aji Tatar - membantu paman dan bibinya (Ken Arok - Ken Dedes) di Kerajaan
Singhasari.
Pada saat invasi Kertanegara - Raja Singhasari ke Bali,
Arya Tatar ikut ke Bali dan menetap di Bali. Diantara keturunan Arya Tatar
diantarany Pasek Bale Agung yang
menurunkan Ni Nyoman Rai Sarimben - Ir. Soekarno-Megawati), dan Pasek Pidpid.
Demikian beberapa keluarga
Sanak Pitu yang dapat dicatat dalam pemerintahan di Jawa Timur, dan menjadi
orang penting dan berpengaruh pada zamannya.
Setelah bebetapa lama Raden Wijaya-pendiri Kerajaan
Majapahit memerintah ( 1293-1309 M) kemudian digantikan oleh anaknya yaitu
Kalagemet atau Jayanagara yang naik
tahta Majapahit (tahun 1309-1328 M).
-------------------------------------------------------------------------------------------
Kembali ke Belakang
Kemengangan raja Kertanegara atas raja Bali th 1284 M, membawa
imlpikasi Politik di Bali. Terjadi Reformasi
besar-besaran di Kerajaan Bali. Orang-orang Singhasari mulai menduduki Pos pos
penting di Pemerintahan. Aturan adat istiadat Baliage perlahan diganti dengan
aturan adat dari Singhasari. Para Brahmana yang sudah lama menetap di Bali
digantikan posisinya oleh para Brahmana dari Singhasari, Sehingga banyak para Brahmana Baliage tidak punya peran dipemerintah dan kurang ada
gawe-nya, krn dibiarkan tidak berkerja oleh Penguasa Bali saat itu.
Pada masa raja Kalagemet menjadi raja Majapahit
(1309-1328 M), beliau mendengar keadaan para Brahmana di pulau Bali yang banyak
meninggalkan sasana ke-Brahmanaannya, sehingga ada yang menjadi Arya, ada yang
hanya menjadi Dukuh atau Dukun, sehingga beliau Raja Kalagemet memerintahkan
Patih Gajah Mada (menjadi patih majapahit th. 1319 M) supaya membuat dan
mengatur tatatertib di Bali, yaitu tentang kewajiban orang-orang Ksatrya dan
orang Brahmana supaya datang ke Bali.
( Babad pasek oleh I Gusti Bagus Sugriwa-penerbit Toko buku & alat tulis
Balimas, Denpasar 1990).
Gajah Mada
(Majapahit), merasa mempunyai hak kontrol atas kerajaan Bali karena sebelumnya
kerajaan Bali ada dibawah kontrol Singhasari kemudian dikalahkan oleh
Jayakatwang dan kemudian dikalahkan oleh Raden Wijaya (Majapahit).
Pada waktu menjelang sasih 6,7,8,9 dan 10 tahun 1244
Caka (atau th. 1322 M) Krian Patih Gajah
Mada mengaturi Mpu Dwijaksara (II) supaya turun ke Bali untuk menyelesaikan
kewajiban terhadap puja wali Bhatara di Besakih, Gelgel, Silayukti, dan
Lempuyang supaya pulau Bali mendapat keselamatan (babad Pasek; I Gst.
Bgst Sugriwa.)
Mpu Dwijaksara (II) berangkat ke Bali diikuti oleh
anak dan cucu-cucunya. Mpu Dwijaksara diangkat
menjadi Bhagawanta Raja yang
memerintah di pulau Bali seluruhnya. Sedangkan anaknya yang bernama Mpu
Jiwaksara diangkat menjadi Patih mendampingi
Raja Bali.
Pada tahun 1324 M
atas usul Patih Gajah Mada - Raja Kalagemet mengembalikan dinasti Warma menjadi Raja
di Bali dan menunjuk Mpu Dwijaksara sebagai Bhagawanta kerajaan di Bali dan Mpu
Jiwaksara sebagai Patih di Bali. Adapun Raja dari dinasti warma yang dipulihkan
kedudukannya adalah sbb :
1. Bethara Çri Maha Guru (Saka 1246/1324M)
2. Çri Walajaya Krethaningrat (Saka
1250-1259/1328-1337M)
3. Asta Sura Ratna Bumi Banten (Saka
1259-1265/1337-1343M)
Pada tahun 1328 – 1350 Ratu
Tribhuwana Tunggadewi naik tahta Majapahit menggantikan Kalagemet. Danpada tahun
1336 Patih Gajah Mada naik pangkat menjadi Patih Hamengkubumi (Perdana Menteri
- sampai tahun 1359 M), saat pengangkatannya tersebut Mahapatih Hamengkubumi Gajah
Mada bersumpah yang dikenal dengan sumpah palapa adapun bunyi sumpahnya sbb :
“
|
Sira Gajah Mada pepatih
amungkubumi tan ayun amukti palapa, sira Gajah Mada: Lamun huwus kalah
nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram,
Tañjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompu, ring Bali, Sunda, Palembang,
Tumasik, samana ingsun amukti palapa
|
”
|
bila
dialih-bahasakan mempunyai arti[15] :
“
|
Beliau, Gajah Mada sebagai patih
Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa, Gajah Mada berkata bahwa bila telah
mengalahkan (menguasai) Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa, bila
telah mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali,
Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa.
|
”
|
Sri Astasura Ratna Bumi
Banten, tidak mau mengakui kekuasaan Majapahit dan menunjukkan sikap menentang
kebijakan pemerintahan Raja Majapahit yang ingin mempersatukan wilayah
Nusantara menjadi satu kesatuan. Sehingga Sri Astasura Ratna Bumi Banten/Sri
Tapohulung dijuluki Raja Bedahulu/Bedamuka/ menentang kebijakan pemerintah
Pusat (kontrol Majapahit atas Bali).
Untuk mempperkokoh
kedudukannya sebagai raja Bali yang berani menentang pemerintah pusat (kontrol
Majapahit) maka Sri Tapohulung mengangkat para senopati perang yang sakti
mandraguna diantaranya :
1.
Senopati
Ki Pasung Grigis di Tengkulak.
2.
Ki
Kebo Iwa di Blahbatuh.
3.
Pangeran
Tambyak di Jimbaran.
4.
Ki
Kalung Singkal di Taro.
5.
Ki
Tunjang Tutur di Tenganan.
6.
Ki
Tunjung Biru di Tianyar.
7.
Pangeran
Topang di Seraya.
8.
Ki
Buahan di Batur.
9.
Ki
Patih Ulung tetap di Gelgel
Pada Tahun 1343 M, Ratu Tribuwana Tungga Dewi-Ratu Majapahit
memerintahkan Mahapatih Gajah Mada dan Arya Damar menyerang raja Bedahulu/Sri
Astasura Ratna Bumi Banten.
Penyerangan dilakukan karena Raja Sri Astasura Ratna
Bumi Banten mblalelo/menentang kebijakan pemerintah pusat (Majapahit). Penyerangan
dilakukan dari 3 arah yaitu dari arah timur, dari arah utara dan selatan.
Laskar Majapahit yang menyerang Bali dari arah timur
dipimpin langsung oleh Gajah Mada disertai para patih keturunan Mpu Witadharma*
(keluargapasek Sanaksapta Rsi-pen), mereka mendarat di
Tianyar. (baca
Babad kaba-kaba - dinas kebudayaan Prop Bali 2002, hal. 4-5).Para Arya Keluarga Pasek Sanak Sapta Rsi yang ikut Maha Patih Gajah Mada menyerang Bali
dari arah timur diantaranya:
1. Arya Pemacekan - seorang Arya di daerah Pacekan – Jawa Timur
2. Arya Kepasekan - seorang Arya di wilayah Kepasekan – Jawa Timur
3. Kiyai Agung Padang Subadra- penguasa daerah di wilayah Padang Subadra –
Jawa Timur
4. Kiyai Tohjiwa - seorang pangeran dari Wilayah Tohjiwa – Jawa Timur
(* Mpu Ketek kali ya????)
Sedangkan Ki Patih Ulung sudah lebih dahulu dikirim ke
Bali (1322 M), menyertai orang tuanya (Mpu Dwijaksara (II) saat Raja Majapahit
masih diperintah oleh Kalagemet/Jayanegara.
Dalam Babad Kaba-kaba terbitan Dinas kebudayaan
Propinsi Bali 2002 halaman 4-5ditulis :
Ri tlas ta saking ghosana kala dina rahayu, umangkata sira mahawanan
phalwa, angendoni Bali rajya, aparah tiga ta laku ning parayoda. Si Rakyan
Maddha jumujug maring wetaning Bali, Makasahaya para patih treh sira Mpu
Witadharma, turun maring Toyaanar.
Kunang kang saking lur Bali, sira Arya Dhamar, kinantyan de Arrya Sentong,
mwang Arrya Kutawaringin tumdun sira ring Ularan. Mwah sira Arrya Kenceng mwang
sira Arrya Blog, Pangalasan, Kanuruhan mtu kiduling Bangsul, anuju ring Kuta.
Artinya :
Setelah selesai pembicaraan, pada suatu hari yang baik, berangkatlah beliau
menggunakan perahu, menyerang kerajaan Bali, dibagi tiga penyerangan para
prajurit. Si Rakryan Gajah Mada menyerang dari sisi timur Bali disertai para
patih keturunan Mpu Witadharma turun di Tianyar.
Adapun yang menyerang dari sisi utara, beliau Arya Dhamar disertai Arya
Sentong dan Arya Kutawaringin, turun dari Ularan. Arya Kenceng serta Arya Belog, Pengalasan,
Kanuruhnan menyerang dari selatan pulau bali menuju kotaraja.
Salah satu keturunan Mpu Withadharma yang sudah
menjadi patih di Bali dan mengabdi pada Sri Tapohulung-Raja Bedahulu adalah Ki
Patih Ulung. Ki Patih Ulung sebelumnya
adalah seorang Brhamana dengan Abhiseka Mpu Jiwaksara - anak dari Mpu Dwijaksara
(II).
Mpu Dwijaksara(II)
dan Mpu Jiwaksara sudah lebih dulu menetap dan mengabdi di Bali
ditugaskan oleh Raja Kalagemet/Jayanegara atas usul patih Gajah Mada, untuk menjadi Bhagawanta Raja di Bali, dengan
tugas pokok menyelenggarakan upacara dan mengatur parahyangan-parahyanga di
Bali. Sedangkan Mpu Jiwaksara mengabdi
pada Raja Sri Tapohulung/ Sri Astasura Ratna Bumi Banten, sebagai Patih, sehingga
disebut Ki Patih Ulung.
Jadi kedatangan pasukan Gajah Mada beserta para
patih keturunan Mpu Withadharma dari arah Timur Bali (Toya Anyar/Tianyar )
ibarat reuni keluarga (meskipun dalam perang/situasi politik yang kacau balau
diakibatkan oleh rebutan pengaruh/kekuasaan).
Catatan kaki
Mpu Dwijaksara adalah seorang Brahmana yang sangat dihormati oleh rakyat
dan raja Bali maupun rakyat dan raja Majapahit. Pengiriman Mpu Dwijaksara
beserta anaknya Mpu Jiwaksara ke Bali,
mempunyai motif politik yaitu supaya
rakyat Bali senang kepada pemerintahan Majapahit. Apalagi sebelumnya Kerajaan
Bali berada dalam Kontrol Kertanegara, dan kini kedudukan Kertanegara sudah
digantikan oleh Majapahit. Sehingga
menjadi wajar kalau wilayah kekuasaan Raja Kertanegara secara otomatis menjadi
kekuasaan Majapahit. Untuk memperluas
pengaruh dan membuat rakyat Bali menjadi senang dengan Majapahit maka dikirimkanlah
Mpu Dwijaksara sebagai penasehat/Bhagawanta Raja Bali dengan tugas pokok
mengatur parahyangan-parahyangan serta menyelenggarakan upacara-upacara pada
parahyangan-parahyangan yang telah dibangun oleh para Mpu sebelumnya. Dan Anaknya yang bernama Mpu Jiwaksara didudukkan sebagai Patih pada raja Bali dan
kemudian bergelar Ki Patih Ulung atau Patih Amangkubuminya Sri Tapohulung..
Naiknya Sri Astasura Ratna Bumi Banten menjadi raja Bali, membawa perubahan dalam pandanganya terhadap
politik yang dijalankan oleh Kerajaan Majapahit. Sikap Politik Raja Bali ini dianggap
bertentangan dengan sikap Politik pemerintah pusat (Majapahit) sehingga beliau dijuluki Sri Bedahulu.
Akibat pembangkangan yang ditunjukkan oleh Sri Bedahulu terhadap Majapahit,
maka Sri Bedahulu diserang oleh bala tentara Majapahit tahun 1343.
Ada suatu tradisi dijam kerajaan-kerajaan untuk menyebut Patih Amangkubumi
sang raja sesuai dengan nama Rajanya. Seperti Contoh : Dalem Kresna Kepakisan
maka patihnya disebut Arya Kresna Kepakisan. Dalem Di Made maka patih
amangkubuminya disebut I Gusti Agung di Made. Dan sebagainya. Jadi pemberian gelar
Ki Patih Ulung kepada Mpu Jiwaksara menunjukkan bahwa beliau adalah Patih
Amengkubuminya Sri Tapohulung.
Kembali
ke pokoh ceritra:
Pada Perang antara Raja Bedahulu dengan Majapahit,
kemenangan diperoleh oleh pihak
Majapahit, walau pun dengan berbagai
trik dan tipu muslihat, sebab kalah sakti oleh orang Bali Aga dan Bali Mula.
Setelah Bali takluk kepada Majapahit maka pemerintahan di Bali sementara diserahkan
kepada para Arya yang ikut memenangkan perang.
Ternyata
para Arya dari Majapahit tidak bisa mengendalikan jalannya roda pemerintahan di
Bali. Dikalangan para Arya Majapahit sering terjadi intrik dan persaingan
bahkan perkelahian (perang antar kerabat)
guna memperebutkan posisi dan mengincar jabatan Adipati Bali, sehingga para Arya Majapahit tidak sempat
mengurusi rakyat, terutama parahyangan-parahyangan di Bali yang sebelumnya
terpelihara dengan baik oleh Raja-raja sebelumnya. Karena para Arya Majapahit tidak cakap dalam merintah rakyat Bali -yang
penduduknya mayoritas orang Bali Aga, maka
Bali dalam kondisi yang tidak stabil/tidak aman.
Menghadapi
situasi kekacauan seperti ini, maka Ki Patih
Ulung- mantan Patih Senior pada masa
pemerintahan Sri Tapohulung - yang sudah tunduk kepada Majapahit - mengambil
inisiatif untuk mengirim perutusan dari Bali menghadap Raja Majapahit, untuk
memohon seseorang yang layak diangkat menjadi raja di Bali. Perutusan itu
langsung dipimpin oleh Ki patih Ulung yang anggotanya terdiri dari sanak
saudaranya yaitu :
1.
I
Gusti Agung Padang Subadra,
2.
Arya
Pemacekan/Arya Pacekan
3.
Arya
Kepasekan
4.
I
Gusti Pangeran Pasek Tohjiwa,
Tidak
diceritrakan halnya ditengah jalan, tibalah rombongan utusan tersebut di
Majapahit menuju karang kepatihan, guna bertemu dengan Krian Patih Gajah Mada,
minta diantar menghadap kepada Ratu Majapahit. Setelah keperluan menghadap
jelas diketahui oleh Gajah Madamaka beliau ke Istana diiringi Ki Patih Ulung
dan sanak saudaranya.
Setelah
pembicaraan yang dilakukan oleh perutusan dari Bali dengan Ratu Majapahit,
akhirnya diputuskan untuk menyerahkan
kekuasaan pulau Bali sementara kepada Ki Patih Ulung beserta sanak saudaranya. Oleh
Mahapatih Gajah Mada atas restu Ratu Tribuwana Tungga Dewi, Ki Patih Ulung
dianugrahi gelar Kyayi Gusti Agung Pasek Gelgel (I) dan ditetapkan sebagai Raja (Adipati)
Bali mulai th 1343 M, berkedudukan di Gelgel.
Setelah
perutusan yang dipimpin oleh Ki Patih Ulung yang kini berganti nama atau
bergelar Kiyayi Gusti Agung Pasek Gelgel
I kembali ke Bali, maka segeralah diadakan Rapat besar antara sanak
saudara Kiyai Gusti Agung Pasek Gelgel (d/h.Ki Patih Ulung) dengan tokoh – tokoh Bali Aga. Di dalam rapat
tersebut para peserta rapat setuju dengan pengangkatan Kiyayi Gusti Agung Pasek Gelgel I sebagai pemimpin/Raja sementara di Bali dan menanggalkan Gelar/Jabatannya nya
terdahulu sebagai Patih Ulung, Karena kerajaan Tapohulung/Bedahulu sudah
tidak ada dan digantikan oleh Majapahit.
Adapun
pengangkatan Ki Patih Ulung menjadi raja dengan
abihisekaKiyayi I Gusti Agung
Pasek Gelgel terjadi pada tahun caka1265
(tahun 1343 M) berkedudukan di Gelgel.
Dengan
diangkatnya Ki Patih Ulung menjadi Raja Bali dengan Gelar/abhiseka Kyayi
Gusti Agung Pasek Gelgel (I) maka keadaan Bali berangsur – angsur menjadi
membaik, Kekacauan akibat perang mulai ditata perlahan-lahan, persatuan dan
kesatuan tampak mulai muncul kembali, kehidupan keagamaan terutama pujawali di
Besakih, silayukti, Lempuyang dan Gelgel dapat berjalan dengan baik. Jalannya roda pemerintahanpun berjalan kembali,
walaupun di sana sini masih perlu dibenahi, demi kesejahteraan Rakyar Bali.
Di
dalam menjalankan tugasnya selaku pemimpin di Bali. Kyayi Gusti Agung Pasek
Gelgel (I) (d/h. Ki Patih Ulung) di
bantu oleh sanak saudaranya, juga dibantu oleh tokoh – tokoh Bali Aga serta para
Arya yang berasal dari Trah Kediri – Trah Singosari dan Majapahit tetap pada
kedudukannya masing-masing diberbagai desa.
Catatan
Kaki :
Ki
Patih Ulung Sebagai Raja Bali dengan gelar Kiyayi
Gusti Agung Pasek Gelgelyang ke I karena digenerasi berikutnya ada juga
yang memakai gelar tsb. tetapi bukan lagi sebagai Raja.
Patih
Ulung mempunyai keuntungan Gineologis terhadap situasi politik di Bali saat itu karena :
1.
Rakyat
Bali Aga mengetahui bahwa Patih Ulung adalah mantan Patihnya raja Ratna Bumi
Banten sekaligus juga keturunan seorang Brahmana (Mpu Dwijaksara) yang sudah
lama menetap di Bali (Gelgel).
2.
Kerabat
Pasek sudah ada di hampir setiap desa di
Bali,
3.
Pihak
Majapahit menganggap Patih Ulung masih punya hubungan leluhur dengan Raja
Majapahit dari garis Ibu (Ken Dedes) karena patih Ulung adalah keluarga
Pasek SanakSapta Resi .
4.
Selain
itu, loyalitas keluarga Pasek Sanak Sapta
Resi kepada Majapahit sudah dibuktikan
diantaranya :
a.
Pada
Saat Raden Wijaya bermaksud memproklamasikan Kerajaan-nya yang baru yang diberi
nama Majapahit, Raden Wijaya mengundang seluruh keturunan Mpu Gnijaya yang ada
di Bumi Majapahit untuk memperkokoh/mendukung rencananya mendirikan Kerajaan
baru yang bernama Majapahit itu.
b. Raden Wijaya mengorganisasikan
seluruh keturunan ke 7 (tujuh) Mpu anak cucu Mpu Gnijaya yang dahulu diusir oleh Dandang Gendis dari
Kediri dalam suatu wadah/organisasi dan diberi nama SANAK PITU. Peristiwa ini terjadi bertepatan
dengan pendeklarasian Kerajaan Majapahit oleh Raden Wijaya pada Purnama Kapat
th 1215 C atau 1293 M. (Baca Babad
Pasek oleh I Gst. Bgs.Sugriwa, Balimas Denpasar, 1990)
c.
Keluarga
Sanak Pitu banyak menduduki posisi
penting di Majapahit. Diantaranya adalah Arya Pemacekan, Arya kepasekan
dan Ki Gusti Agung Padang Subadra yang
merupakan keturunan Sanak Pitu dari
garis Mpu Ketek
d.
Ki
Patih Ulung adalah anak dari Mpu Dwijaksara, Dimana Mpu Dwijaksara bertugas di Bali atas
perintah Raja Kalagemet - Raja Majapahit, untuk mengatur parahyangan di Bali
sekaligus sebagai Bhagawanta raja
Majapahit di Bali.
5.
Keluarga
Mpu Withadharma - Kerabat Patih Ulung lainya,
ikut berperang mendampingi Gajah Mada dari arah Toya Anyar. Sedangkan
Arya Pemacekan( Keluarga Sanak Pitu dari garis keturunan Mpu ketek, ikut
menyerang Bali dari arah Bondalem (Bali utara bagian timur).
Jadi
hubungan gineologis itu menguntungkan Patih Ulung sehingga patih Ulung diangkat
menjadi penguasa sementara di Bali untuk menenangkan rakyat Bali Aga yang baru
kalah dari peperangan yang diakibatkan oleh pembelotan Rajanya Sri Tapohulung
terhadap pemerintah Pusat di Majapahit.
Sudah
menjadi tradisi didalam pemerintahan Raja-Raja Hindu, bahwa raja atau Wilayah
taklukan tetap diberi kuasa/otonomi untuk memimpin wilayahnya, tetapi atas kontrol
pemenang perang dalam hal ini Raja Bali berada dibawah kontrol pemerintah pusat
Majapahit. Dan mantan pejabat Raja Bali yang paling senior saat itu adalah Ki
Patih Ulung, sehingga tampuk pimpinan sementara diserahkan kepada Ki Patih
Ulung dengan Gelar abiseka yang baru yaitu : Kiyayi Gusti Agung Pasek Gelgel - berkedudukan
di Gelgel.
Kembali
ke topic Bahasan :
Setelah
beberapa tahun Kyayi Gusti Agung Pasek Gelgel bertahta sebagai Raja di Bali. Ki
Patih Ulung yang kini sudah berganti nama/Gelar menjadi Kiyayi Gusti Agung
Pasek Gelgel (I)bersama sanak saudaranya kembali ke Majapahit untuk memastikan
janji Ratu Majapahit yang akan menetapkan Adipati di Bali dalam Waktu dekat,
sewaktu Ki Patih Ulung menghadap ke Majapahit beberapa tahun yang lalu .
Permohonan
tersebut diajukan karena sejatinya Kiyayi Gusti Agung Pasek Gelgel (d/h. Ki Patih Ulung)
adalah seorang Brahmana dengan abhiseka Mpu Jiwaksara -seorang Mpu (Brahmana)
yang sudah cukup lama meninggalkan sasana ke Brahmanaanya. Permohonan ini
membuktikan bahwa Ki Patih Ulung (d/h Kiyayi Gusti Agung Pasek Gelgel, d/h Mpu
Jiwaksara) adalah seorang Brahmana yang tidak kemaruk kekuasaan (kemaruk Tahta,
Harta dan Wanita), dan tidak ingin mempertahankan kedudukannya sebagai
Raja-meskipun peluang tersebut sudah diberikan oleh Mahapatih Gajah Mada, dan
direstui oleh Ratu Tribuwana Tunggadewi.
Menanggapi
permohonan Ki Patih Ulung (d/h/ Kiyayi Gusti Agung Pasek Gelgel d/h Mpu
Jiwaksara) tersebut, maka Mahapatih Hamengkubhumi Kryan Gajah Mada melaporkan
hal tersebut kepada Ratu Tribuwana
Tungga Dewi. Ratu Tribuwana Tungga Dewi memaklumi permohonanKiyayi Gusti Agung
Pasek Gelgel (dh. Ki Patih Ulung) dan memerintahkan
kepada Mahapatih Gajah Mada untuk mengusahakan seorang Adipati yang bersedia
ditempatkan di bumi Bangsul (Bali).
Mahapatih Hamengkubumi Gajah Mada menjawab : “ Baiklah tuanku -
hamba nanti akan mengusahakannya “.
Kemudian
pada purnama sasih kapat tahun Çaka 1272 (Bulan Oktober 1350) Raja Hayam Wuruk
naik tahta Majapahit mengantikan Tribuwana Tungga Dewi. Oleh Raja Hayam Wuruk secara terpusat di Majapahit dilantik pula 6
orang adhipati yaitu:
1.
Çri
Juru untuk Belambangan,
2.
Çri
Bhima Çakti untuk Pesuruan,
3.
Arya
Kuda Panolin alias Kuda Pengasih untuk Madura,
4.
Arya
Dhamar untuk Palembang,
5.
Çri
Kepakisan (seorang perempuan) untuk Sumbawa,
6.
Çri Kresna Kepakisan untuk Bali. Çri Kresna
Kepakisan adalah putra bungsu dari Çri
Soma Kepakisan.
Dengan
diangkatnya Çri Kresna Kepakisan maka pucuk kepemimpinan di Bali berpindah dari
Kyayi Gusti Agung Pasek Gelgel(I )( d/h. Ki Patih Ulung) kepada Çri Kresna Kepakisan. Dengan demikian berakhirlah masa jabatan
Kyayi Gusti Agung Pasek Gelgel (I) (d/h.
Ki Patih Ulung) sebagai pemimpin di Bali
selam 7 tahun.
Masa
Pemerintahan Dalem Sri Kresna Kepakisan th. 1350-1373 M
Çri
Kresna Kepakisan diangkat menjadi Adipati (semacan gubernur-sekarang) di Bali sebagai raja bawahan Majapahit -berkedudukan
di Samprangan, daerah Gianyar. Dipilihnya
desa Samprangan atas petunjuk dari Maha Patih Hamengkubhumi Kryan Gajah Mada,
karena di desa tersebut pasukan Majapahit dikonsentrasikan untuk menyerang Ibu
Kota Kerajaan Bali.
Sri Kresna Kepakisan diangkat menjadi Adipati Bali, didampingi
oleh para Arya dari Majapahit yang ikut memenangkan peperangan. Para Arya
didudukkan sebagai penguasa Wilayah, dibeberapa Desa diantaranya :
1. Arya
Wang bang
2. AryaKuthawaringin
di Klungkung
3. Arya
Belog di Kaba-kaba
4. Arya
Kenceng
5. Arya
Dalancang
6. AryaTemenggung
7. Arya
kanuruhan
8. Arya
Pemacekan-anak dari Mpu Pemacekan Keluarga Pasek Sanak Pitu dari garis
keturunan Mpu Ketek di Bondalem
9. Arya
Getas
10. Kiyayi
Gusti Agung Pasek Gelgel tetap di Gelgel
Dengan diangkatnya seorang Adipati baru di Bali maka
Kedudukan Kiyayi Gusti Agung Pasek
Gelgel (I) kembali menjadi Patih sedangkan
para Arya dari Majapahit disebar disetiap desa untuk mengawasi tata tertib dan
keamanan desa taklukan, sedangkan Patih Amangku Bumi diberikan kepada Arya
Kepakisan/ Krian Nyuh Aya yang ikut mengiringi Sri Krsna Kepakisan dari Jawa
Timur (daerah Kepakisan).
Adhipati
Çri Kresna Kepakisan lebih dikenal dengan sebutan Dalem Samprangan.
Pemerintahan beliau menganut system kepemerintahan di Majapahit serta beliau
kurang memahami apresiasi rakyat Bali. keberadaan tempat suci orang Bali Aga
tidak dapat perhatian dan diabaikan. Sikap inilah yang sangat menyinggung
perasaan orang Bali Aga, pemerintahan beliau dijauhi. Lama kelamaan rasa
tersinggung ini meningkat menjadi rasa anti pati, yang puncaknya orang Bali Aga
tidak mau mengakui pemerintahan Adhipati Samprangan. Mereka lalu kembali melakukan
pemeberontakan dengan mengangkat senjata.
Pemberontakan
ini diawali dari Desa Tampurhyang Batur sebagai pusat pemerintahan orang-orang
Bali Aga yang dipimpin oleh Kyayi Kayuselem, kemudian diikuti oleh desa Batur,
Terunyan, Abang, Buahan, Kedisan, Cempaga, Pinggan, Peladu, Kintamani, Serai,
Manikliyu, Bonyoh, Sukawana, Alas Gunung Sari, Taro dan Bayad. Kemudian
pemeberontakan ini mendapat simpati dari desa-desa timur bali yaitu, Culik,
Tista, Basangalas, Got, Margatiga, Sekulkuning, Garinten, Lokasrana, Puhan
Bulkan, Sinanten, Tulamben, Batudawa, Muntig, Juntal, Carutcut, Bantas, Kuthabayem,
Watuwayang, Kedampal, dan Hasti, serta desa-desa lainnya sehingga jumlahnya
adalah tidak kurang dari 39 desa
Adhipati
Samprangan mencoba memadamkan pemberontakan ini dengan cara mengerahkan pasukan
yang berasal dari Majapahit,diantaranya dikirim seorang Kstarya Dalem Majapahit
yang bernama : I Dewa Madenan dengan didampingi oleh para Arya diantaranya :
a. Arya Dakeh
b. Arya Dangab
c. Arya Cempaka
d. Arya Mangun
Namun
usaha tersebut gagal, I Dewa Madenan dan para Arya pengiringnya ditawan oleh
orang-orang Bali Aga.
Dengan
kekalahan Prajurit Majapahit itu
menyebabkan beliau Dalem Sri Kresna
Kepakisan, putus asa, sebab itu beliau berniat meletakkan jabatan dan kembali
ke Majapahit.
Namun
sebelum mengambil keputusan, beliau mengutus Ki Patih Ulung (Kiyayi Gusti Agung
Pasek Gelgel I ) untuk melaporkan situasi ini ke Majapahit. Raja Majapahit di damping
oleh Maha Patih Gajah Mada menerima utusan
yang dipimpin oleh Ki Patih Ulung dengan baik, tetapi menolak niat Adhipati
samprangan untuk mengundurkan diri dan tetap menduduki jabatannya. Tatkala itu
Maha Patih gajah Mada mengatakan “sampai dimana kekuatan orang-orang Bali Aga
yang pernah dikalahkan dulu”.
Melalui
utusan yang dikirimkan oleh Adhipati Samprangan ke Majapahit, Raja Majapahit
menganugrahkan Adhipati Samprangan seperangkat pakaian kebesaran, pending emas, keris Ki Ganja
Dungkul dan satu keropak lontar yang memuat Sasananing Nithi Praja (Pedoman
Kepemimpinan terhadap rakyat). Sedangkan Maha Patih Gajah Mada mengirimkan
sepucuk surat untuk adhipati Samprangan, yang berisi petunjuk untuk mengadakan
konsultasi dan kerjasama dengan Ki Patih Ulung dan sanak saudarannya dan
menjadikan Ki Patih Ulung sebagai Patih
Hamangku Bumi, mendampingi Krian Nyuh
Aya, serta mengirim Keluarga Pasek
keseluruh Bali untuk menjadi pemimpin di desa-desa menjadi Bendesa dan Bekel, karena menurut Patih Gajah Mada, orang-orang Bali
Aga masih menganggap Ki Patih Ulung dan sanak saudaranya adalah pemimpin mereka
yang sah , disegani dan dihormati, sedangkan kepemimpinan para Arya dari
Majapahit dianggap sebagai orang asing yang menjajah dan menjarah kekayaan
orang-orang Bali Aga. Apabila strategi
ini dijalankan, Gajah Mada yakin orang-orang Bali Aga akan mau tuntuk dengan
pimpinan adhipati Sri Kesna Kepakisan.
Adhipati
Samprangan sangat senang menerima anugrah yang diberikan oleh Raja Majapahit
dan sepucuk surat yang diberikan oleh Maha Patih Gajah Mada. Beliau segera
mengadakan rapat dihadiri para mantri dan pejabat lainnya. Dalam rapat itu
hadir juga Ki Patih Ulung sebagai pimpinan Utusan Adipati Samprangan, juga hadir
1.
Kiyayi
Gusti Agung Padang Subadra,
2.
Arya
Pacekan/Pemacekan dan
3.
Arya
Kepasekan
4.
Kiyayi
Gusti Pangeran Pasek Tohjiwa,
Dalam
rapat tersebut adhipati Sampranganlangsung mengangkat Ki Patih Ulung sebagai
Patih Amangku Bumi dengan mengembalikan Gelar Kiyai Gusti Agung Pasek Gelgel(I) yang
dulu pernah disandangnya, tetapi kini kedudukannya bukan sebagai Raja, melainkan sebagai Patih Amangkubumi. Gelar Kiyai
Gusti Agung Pasek Gelgel (I) sesuai dengan gelar yang diberikan oleh rakyat
Bali Aga kepada Ki Patih Ulung saat Ki Patih Ulung diangkat sebagai caretaker
Adipati di Bali (1343-1350) yang disetujui oleh Mahapatih Gajah Mada. Sejak saat itu Ki patih Ulung kembali menyandang Gelar Kiyai
Gusti Agung Pasek Gelgel (I) dan menghapuskan embel-embel Patih Ulung-nya.
Dalam Babad Pasek yang diterjemahkan oleh I Gusti
Bagus Sugriwa disebutkan :
“Setelah siap semuanya maka sekawanan utusan
itu pulang ke Bali dengan diberi juga hadiah oleh Krian Patih (Gajah
Mada)……besoknya pagi-pagi Dalem (sri Krsna Kepakisan) sedang dihadap oleh para menterinya sekalian, datanglah
menghadap para utusan itu yaitu Ki Patih Ulung, Kiyayi Pemacekan, Krian
Kepasekan dan Krian Padang Subadra.
Dalem turun dari singasananya berdiri dihalaman
menjemput utusan yang baru datang dari Majapahit, para menteripun turun dari
tempat duduknya menurutkan raja. Oleh para utusan itu dipersembahkan sekali
nasehatnya Krian Patih Gajah Mada. “Jika demkian baiklah, senang juga hatiku” kata dalem seraya melihat Krian Nyuh Aya.
Para menteri sekalian senang mendengar sabda dalem demikian”
Ternyata isi
surat yang dikirimkan Gajah Mada kepada Dalem Sri Kesna Kepakisan berisi perintah
untuk selalu melibatkan Kiyayi Gusti Agung Pasek Gelgel (d/h Patih Ulung) dalam
pemerintahan, bahkan diperintahkan oleh Gajah Mada supaya mendudukkan Kiyayi
Gusti Agung Pasek Gelgel (d/h Ki Patih Ulung) sebagai Patih Amangkubumi, guna
meredam pemberontakan orang-orang Bali Aga di pegunungan. Perintah ini tentu akan membuat perubahan
dalam hati Krian Nyuh Aya yang saat itu menjabat sebagai patih Amangkubumi, sehingga Sri Kresna Kepakisan menyempatkan melihat
ekpresi roman muka Krian NyuhAya.
Kembali ke Topik Bahasan
Kemudian
setelah rapat selesai maka diutuslah Kiyai Gusti Agung Pasek Gelgel I ( d/h Ki Patih Ulung) beserta Kiyayi Gusti Pangeran Pasek Tohjiwa, untuk pergi ke
Tampurhyang guna melakukan pembicaraan perdamaian dengan orang-orang yang masih
setia terhadap raja Sri Tapohulung.
Ketika
utusan tersebut sampai disana, pada saat itu sedang diadakan rapat yang
dihadiri utusan dari desa Tenganan Pegringsingan, Seraya, Kuthabayem, Sidatapa,
Jimbaranagunung, Padawa, Sukawana, Alas Gunung Sari, Taro, dan lainnya, tampak
juga di dalam rapat tersebut tokoh-tokoh Bali Aga diantaranya Ki Taruhulu, Ki
Kayuselem, Ki Wreska, Ki Tarunyan, Ki Badengan, Ki Kayutangi, Ki Celagigentong,
Ki Tarum, Ki Panarajon, Ki Kayuputih, Ki Pasek Sukalwih, dan lainnya. Ketika
sedang asyiknya mereka berdialog, datanglah Kiyai Gusti Agung Pasek Gelgel I (
d/h Ki Patih Ulung) bersama Kiyayi Gusti
Pangeran Pasek Tohjiwa. Mereka diterima dengan baik oleh peserta rapat terutama
Kiyai Kayuselem, karena mereka sudah mengenal betul Kiyai Gusti Agung pasek Gelgel(d/h
Ki Patih Ulung) karena beliau dulunya
adalah seorang PatihAmangkubumi bernama Ki Patih Ulung, pada zamannya Sri Tapohulung/ Sri Astasura
Ratna Bumi Banten.
Di
pesamuan itu Kiyai Gusti Agung Pasek Gelgel I (d/h Ki Patih Ulung) menjelaskan
tujuannya ke pada peserta rapat, dan peserta rapat setuju dan tidak akan
memperpanjang persoalan kalau itu adalah perintah dari Kiyai Gusti Agung Pasek Gelgel I (d/h Ki Patih Ulung). Karena
orang-orang Bali Aga menganggap Kiyayi Gusti Agung Pasek Gelgel adalah
Raja/pemimpin mereka yang disah dan disegani.
Kiyai
Kayuselem mengajukan syarat kepada Adipati Samprangan melalui Kiyayi Gusti
Agung Pasek Gelgel I (d/h Ki Patih Ulung) yaitu untuk tidak mengabaikan tempat pemujan
rakyat Bali terutama Kayangan Tiga, Sad Khayangan, terutama Pura Besakih.
Setelah
masalah tersebut disetujui , Kiyayi Gusti Agung Pasek Gelgel I (d/h Ki Patih
Ulung) mengutus salah seorang untuk
melaporkan bahwa orang-orang Bali Aga telah menghentikan pemberontakan, dan telah
membebaskan I Dewa Madenan dan yang lainnya, sedangakan Kyayi Gusti Agung Pasek Gelgel (I),
Kiyayi Gusti Pangeran Pasek Tohjiwa beserta rombongannya tetap tinggal di
Tampurhyang Batur, guna mengawal perdamaian tersebut, peristiwa itu terjadi
pada tahun Çaka 1274 (tahun 1352 M).
Untuk
mempererat persaudaraan Bali Age dengan Kiyai Gusti Agung Pasek Gelgel, maka Ki
Taruhulu – pemimpin BaliAge menikahkan
Putrinya yang berbama Luh Madri dengan Kiyayi Gusti Agung Pasek Gelgel I.
Dari
Pernikahan Kiyayi Gusti Agung Pasek Gelgel I dengan Luh Madri mempunyai 2 orang
Putra yang diberi nama sama yaitu Pasek
Gelgel.
-------------------------------------------------------------------------------------
Pada tahun
Caka 1277 (1355 M) Kyayi Gusti Agung
Pasek Gelgel I (d/h Ki Patih Ulung) kembali ke Samprangan kemudian ke Gelgel,
istri bersama kedua putranya ditinggal di Tampurhyang Batur. Sedangkan I Gusti
Pangeran Tohjiwa kembali ke Desa Kejiwan. Ketika itu turut pula beberapa orang pimpinan
orang-orang Bali Aga, diantaranya Kyayi Kayuselem, Ki Pasek Bali dan lainnya.
Sesampai di Samprangan mereka diterima dengan baik oleh Adhipati Sri Kresna Kepakisan. Setelah itu mereka menyampaikan telah menghentikan
pemberontakan yang dilakukan dan memohon untuk tidak mengabaikan tempat
pemujaan orang-orang Bali, dan adhipati berjani tidakakan mengabaikan
tempat-tempat pemujaan dan akan merubah segala kekeliruan yang telah beliau
lakukan.
Atas
kesuksesan Kyayi Gusti Agung Pasek Gelgel I (Ki patih Ulung) dan sanak saudaranya, itu membuktikan bahwa
Kyayi Gusti Agung Pasek Gelgel masih memiliki pengaruh yang sangat kuat dan
masih sangat disegani serta dihormati oleh orang-orang Bali Aga.
Pergolakan
Politik di Pemerintahan Samprangan.
Tidak lama
Dalem Sri Kresna Kepakisan menikmati aman damainya pemerintahan dengan dibantu
oleh Kiyayi Gusti Agung Pasek Gelgel
yang mengendalikan Orang-orang Bali Aga dari Gelgel, kembali terjadi intrik
politik dalam pemerintahan Dalem Sri Kresna Kepakisan.
Intrik
politik yang dilancarkan oleh para Arya Majapahit keturunan Kediri yang tidak
puas akan kedudukannya dan menginginkan patih Amangkubumi diserahkan penuh kepadanya.
Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, dan
mengingat rakyat Bali yang baru mulai bangkit dan mulai percaya dengan
kepemimpinan Dalem Sri Krsna Kepakisan, maka Kyayi Gusti Agung PasekGelgel (I) (d/h.
Patih Ulung) mengundurkan diri dari patih Amangkubumi dan memilih menetap di
desa Mas. Sedangkan kedudukannya sebagai pemimpin para Pasek di Gelgel (semacam
Fraksi atau partai dizaman kini kali ya????) diserahkan kepada anaknya yang
bernama Kiayi Gusti Smaranata- bergelar Kyayi Gusti Pasek Gelgel II. Dan Patih
Amangkubumi Dalem Sri Krsna Kepakisan kembali di jabat oleh Arya Kepakisan
(Krian Nyuh Aya) keturunan Kediri.
Oleh Sri Krsna Kepakisan niat Ki patih Ulung yang sudah
bergelar Kyayi Gusti Agung Pasek Gelgel (I) untuk mengundurkan diri dari Gelgel dikabulkan dengan mengangkatnya menjadi Kepala
Desa Otonom /Bendesa di Desa Mas. Karena dalem Sri Krsna Kepakisan sangat paham
akan kepribadian Kiyayi Gusti Agung Pasek Gelgel (d/h. Ki Patih Ulung, d/h Mpu
Jiwaksara), karena beliau Kiyayi Gusti
Agung Pasek Gelgel sejatinya adalah seorang Brhamana yang karena situasi
politik saat itu terpanggil untuk nyineb menjadi Ksatrya (Ksatrya-pandita).
Pada tahun 1358 M, Kyayi Gusti Agung Pasek Gelgel (
d/h. Ki Patih Ulung) beserta keluarganya pergi meninggalkan Gelgel menuju Bali tengah dan menetap di Desa
Mas. Sedangkan anak tertuanya yang bernama Gusti Smaranata tetap di Gelgel
mengantikan kedudukan ayahandanya sebagai pemimpin para Pasek dari Gelgel.
Oleh Dalem Sri Kresna Kepakisan keberangkatan Kiyayi
Gusti Agung Pasek Gelgel beserta keluarganya ke Desa Mas dihadiahi beberapa ratusan rakyat pengiring, serta dibekali berbagai
pusaka pemberian Dalem Sri Krsna Kepakisan dan disertai Wejangan/Bhisama dari
Dalem Krsna Kepakisan yaitu :
“Kekayaan, harta benda, pusaka-pusaka dan
lain-lain yang menjadi milik Bendesa Mas tidak boleh diambil atau
dijarah/dikuasi untuk kerajaan”.
Di Desa Mas Ki Patih Ulung (Kiyai Gusti Agung Pasek Gelgel
I) menjadi Bendesa dengan Gelar Kyayi Gusti Bendesa Mas (I) dan memimpin Desa
Mas secara turun temurun.
Di Desa Mas Ki Patih Ulung (Kyayi Gusti Agung Pasek
Gelgel I) yang telah berganti nama menjadi Kyayi Gusti Bendesa Mas (I), diikuti istri dan seorang putranya bernama Kyayi Gusti Pangeran Manik Mas II (mengambil
nama jabatan orang tuanya) atau disingkat I Gusti Bandesa Manik Mas II dan melanjutkan
memerintah di desa Mas. Kyayi Gusti Pageran Manik Mas II mempunyai putra-putri
sbb :
1. Kiyai Gusti Pangeran Bendesa Manik
Mas (III),
2. Gusti Luh Made Manik Mas yang
kemudian menikah dengan sepupunya yang bernama Rare Agon (anak Kiayi
Smaranata/Ki Gusti Agung Pasek Gelgel II)
3. Gusti Luh Nyoman Manik Mas Genitri,
yang kemudian diperistri oleh Danghyang Nirartha.
Nama
Bendesa Mas tetap tercantum sebagai pengenal garis keturunan. Dari sinilah
menurun para Bendesa Mas yang tersebar di seluruh Bali antara lain di Gading
Wani.
Sedangkan anak tertua Kiyayi Gusti Agung Pasek
Gelgel I (dh/Ki Patih Ulung dh/Mpu Jiwaksara) yang ditinggal di Gelgel bernama : Kyayi Gusti Smaranatha (II) . Kiyayi
Gusti Smaranata menikah dengan Ni Gusti Rudani (anak Mpu Wiradangka) mempunyai
anak bernama Ki Gusti Rare Angon (III). Gusti Rare Angon menikahi sepunya yang tinggal di
Desa Mas yang bernama Gusti Luh Made Manik Mas (anak dari Kiyayi Gusti Pangeran
Manik Mas II) dan mempunyai putra diberi nama I Gusti Agung Pasek Gelgel IV
(generasi ke IV) (memakai gelar/nama yang
pernah disandang oleh kumpi-nya dahulu sewaktu menjadi raja Bali 1343-1350 M
Kiyayi Gusti Agung Pasek Gelgel IV (generasi ke IV
Ki Patih Ulung/Kiyayi Gusti Agung Pasek Gelgel I) – anaknya Rare Angon di
Gelgel mempunyai putra:
A. Dari istrinya yang bernama Ni Luh
Tangkas Kori Agung menurunkan putra
yaitu :
1. Pasek Pangeran Tangkas Kori Agung,
2. Bandesa Tangkas Kori Agung,
3. Pasek Bandesa Tangkas Kori Agung.
4. Pasek Tangkas Kori Agung.
B. Dari Istri beliau yang berasal dari
Desa Gelgel, berputra 6 orang laki-laki dengan nama yang sama masing-masing
adalah :
1. I Gusti Pasek Gelgel Aan,
2. I Gusti Pasek Gelgel Akah,
3. I Gusti Pasek Gelgel Mandwang,
4. I Gusti Pasek Gelgel Sangkanbhuwana,
5. I Gusti Pasek Gelgel Bhudaga
6. I Gusti Pasek Gelgel Pegatepan.
Catatan kaki :
Pada babad
Pulasari tulisan Bhagawan Dwija dijelaskan sbb:
Gusti Gede Balangan menetap di Desa Pantunan
atas jaminan keselamatan dari GUSTI AGUNG PASEK GELGEL.
Setibanya Gusti Gede Sekar dan Gusti Gede
Pulasari di Puri Gelgel, langsung menghadap Dalem Ketut Sri Semara Kepakisan.
Betapa gembiranya Dalem Ketut menerima kemenakan-kemenakan beliau, namun terasa
agak kecewa karena tidak semua kemenakannya mau hadir. Tetapi akhirnya beliau
maklum setelah mendapat penjelasan DARI GUSTI AGUNG PASEK GELGEL bahwa
keputusan untuk menuju tempat masing-masing sudah dipertimbangkan dengan baik.
Pembahasan:
Gusti balangan adalah cucu dari Sri Kresna
Kepakisan (generasi ke 3 Sri Krsna Kepakisan).
Jadi : Ki Gusti Agung Pasek Gelgel dalam babad Pulasari ini
sejaman dengan Dalem Taruk (ayah Gusti Balangan).
Jadi kemungkinan
Ki Gusti Agung Pasek Gelgel ini adalah genreasi ke 2 dari Ki Patih Ulung yang
bernama Kiyayi Smaranata yg mengantikan jabatan Ki Patih Ulung sebagai Patih di Kerajaan Gelgel. Kiayi Smaranata (Ki Gusti Agung Pasek Gelgel
II) mempunyai putra bernama Ki Gusti Rare Angon. Ki Gusti Rare Agon mempunyai
anak bernama Ki Gusti Agung Pasek Gelgel. Nama Ki Gusti Agung Pasek Gelgel
muncul lagi pada generasi ke 4 Patih ulung. Jadi Untuk Kiyayi Gusti Agung Pasek
Gelgel-anak dari pada Rare Angon (kumpi dari Ki Patih Ulung) kita sebut saja
dengan Kiyayi Gusti Agung Pasek Gelgel IV (generasi ke 4 dari Kiyayi Gusti
Agung Pasek gelgl I)
Keluarga Ki
Gusti Agung Pasek Gelgel IV (anaknya Rare Angon) pergi meninggalkan Gelgel
menyebar keseluruh Bali akibat kekacauan Politik di Gelgel.
Nama Ki Gusti
Agung Pasek Gelgel selalu muncul dalam babad-babad sejak dari zamanya Sri
Kresna Kepakisan sampai jamannya Dalem Waturenggong. ini berarti Ki Gusti Agung
Pasek Gelgel adalah Nama Gelar/Jabatan yang disandang oleh keluarga Pasek di
Gelgel yang menjabat di Ke Adipatian Bali, bukan nama untuk 1 orang.
Nama I Gusti
Agung pada Keluarga Pasek berakhir pada
masa Dalem Waturenggong dan setelah Restrukturisasi Masyarakat Bali kedalam 4
kasta oleh D. Nirarta, yang disahkan oleh Raja Waturenggong - Keluarga Pasek
tidak lagi memakai nama Ki Gusti Agung dan atau I Gusti.
Akibat
diskriminasi politik ini ditambah lagi dengan semakin sewenang-wenangnya para Ksatrya
(Raja) dalam memerintah (bahkan dengan kekerasan merampas kaum wanita yang
disenanginya untuk dikawin) dan bagi
yang menentang kehendak raja maka dihukum dengan dikirimnya sebagai budak. Sasana kesinatryannya benar-benar di abaikan
diakbatkan oleh momo duniawi. Maka timbullah pemberontakan-pemberontakan
dikalangan para kesatrya sendiri diantaranya Pemberontakan Krian Batan Jeruk kemudian
pemberontakan Gusti Agung Maruti.
Akibat situasi
kemasyarakatan yang terkotak-kotak oleh kastaisme (bukan oleh Jabatan public)
dan ulah Penguasa yang mengumbar napsu Syahwat, dan bertindaj sewenang wenang.
Maka para
pejabat kerajaan yang berhati bersih banyak yang meninggalkan Gelgel dan
menetap di Desa-desa.
Kesimpulannya
:
1.
Ki
Patih Ulung, Kiyayi Gusti Agung Pasek Gelgel (I), Kiyayi Gusti Pangeran Bendesa
Manik Mas (I) adalah satu orang yang sama, beliau adalah Mpu Jiwaksara yang
nyineb dari seorang Brahmana (Mpu) menjadi seorang Ksatrya (Patih, Raja dan
kembali menjadi Patih) karena situasi politik di Bali saat itu.
2.
Kiyai
Gusti Agung Pasek Gelgel I (Ki Patih Ulung) mempunyai 2 orang Isteri yaitu :
1.
Ni
Gusti Luh Toh Jiwa di Gelgel
2.
Luh
Madri di Tampurhyang
3.
Anak
anak Kiyayi Gusti Agung Pasek Gelgel (I) atau Ki Patih Ulung ada 4 orang
yaitu :
1.
Gusti
Smaranata (KGA Pasek Gelgel II)
2.
Gusti
Pangeran Bendesa Manik Mas ( GPBM II)
Yang terlahir dari Istrinya yang bernama
Ni Gusti Luh Tohjiwa – Putri Kiyayi Gusti Pangeran Tohjiwa.
3.
Pasek
Gelgel di Kidul Pasar Songan melanjutkan kedudukan kakeknya menjadi
pemimpin Baliage di Tampurhyang.
4.
Pasek
Gelgel di di Lor pasar Songan.
Yang terlahir dari Luh Madri – Putri Ki
Taruhulu.
Daftar
Kepustakaan :
1.
I
Gst.Bgs.Sugriwa : Babad Pasek, Balimas Denpasar, 1956
2.
Nyoman
Joni Gingsir: Babad Bendesa Manik Mas
3.
Ide
Begawan Dwija : Babad Pulasari
4.
Nyoman
Singgih Wikarma : leluhur Orang Bali dari dunia babad dan sejarah.
5.
Dinas
Kebudayaan Propinsi Bali : Babad Mengwi, Babad Kaba Kaba, pemacanggah dalem
kramas (Bendesa Mas), Denpasar, 2002
Bersambung
!!
Bacaan
lainnya :
ILMU
SOSIAL
ILMU
PSIKOLOGI
TENTANG
HINDU
SEJARAH
http://dharmagupta.blogspot.co.id/2016/08/mayadanawa-dan-penyerangan-raja.html http://dharmagupta.blogspot.co.id/2017/04/asal-usul-untung-surapati.html
BABAD
Dr Zakir Naik Bahasa Indonesia Kitab Umat Hindu Mengabarkan Kedatangan Nabi Muhammad SAW,,,,
BalasHapushttps://www.youtube.com/watch?v=kmqCtKxIdmo
semangat mas.. tetaplah jalankan misi walau tak berguna
HapusSiapa BRAHMA Sebenarnya?, Apakah BRAHMA Sang Pencipta? | Dr Zakir Naik Sub Indo
BalasHapushttps://www.youtube.com/watch?v=gizZrVB4Bww
Kecerdasan Dr. Zakir Naik Diuji Wanita Hindu
BalasHapushttps://www.youtube.com/watch?v=fpMmMlE1r5k&spfreload=5
Dr Zakir Naik VS Sri Sri Ravi Shankar Subtitle Bahasa Indonesia | Lovers Channel 2015
BalasHapushttps://www.youtube.com/watch?v=XL8TLhWipjg
liat pas di menit 33.42 yaaa
https://www.youtube.com/results?search_query=zakir+naik+tentang+hindu
BalasHapusZakir Naik telah masuk ke wilayah Agama yg tidak dipahaminya, spt halnya AHOK, oleh karena itu Zakir Naik adalah calon penghuni Penjara sebagai PENISTA AGAMA.
BalasHapusIJIN UNTUK DI JADIKAN REFRENSI
BalasHapusSangat bermanfaat silsilah keturunannya yang sangat ingin diketahui sejaranya
BalasHapusSaya ingin bertanya dina tempat kyai Gusti agung Pasek gelgel yang pasti kok cuma di gelgel saja ,gelgel itu kan luas wilayahnya tolong dong kasi tahu yang pasti
HapusOm swastyastu,
BalasHapusKepada Admin atau penulis,
Ijinkan saya mengkopast isi artikel ini untuk bisa disimpan dan dipelajari. Saya juga ingin bertanya beberapa hal tentang
artikel diatas, sbb:
1. Tahun 1322, pasca pemberontakan Kuti tahun 1319, Gajah Mada memang diangkat sebagai Patih, yaitu Patih Kahuripan dan Patih Daha, yang itu berarti Patih daerah atau Amancanagara, bukan Patih di pusat Majapahit. Di pusat sendiri ada Patih Amangkubhumi yang masih dijabat oleh Dyah Halayudha (menurut prasasti Tuhannyaru, 1323). Setelah itu Dyah Halayudha digantikan oleh Arya Tadah atau Empu Krewes.
Jika 1322, Gajah Mada maih menjadi patih Amancanagara di Daha, mendampingi Bre Daha (Dyah Wyat Rajadewi), apakah mungkin dia yang menyarankan raja Jayanagara mengirimkan Mpu Dwijaksara dan putranya ke Bali saat itu?
2. Kedudukan Bali saat tahun 1322 itu berarti menjadi bawahan Majapahit, sebagai lanjutan masa Singhasari?
3. Tentang sosok Mpu Jiwaksara, putra Mpu Dwijaksara, yang kelak bergelar Ki Patih Wulung ternyata dia yang jadi penguasa sementara di Bali pasca takluk tahun 1343 dengan gelar Kyai Gusti Agung Pasek Gelgel. Tahun 1358, tokoh ini pindah ke Desa Mas dan bergelar Kyai Gusti Bendesa Manik Mas.
Ini berarti antara Gusti Agung Pasek Gelgel dan Kyai Bendesa Manik Mas, itu satu orang tokoh?
Padahal trah dan keturunan beliau saat ini disebut dalam soroh yang berbeda. Ada yang disebut sorok Pasek (Gelgel) dan soroh Bendesa Manik Mas.
Demikian min,
Terima kasih
Om Santih- Santih Santih, Om
mohon maaf dari yang tiang baca diatas, mungkin Tahunnya ada yang mebingungkan tapi setidaknya Kronologinya tidak terlalu kacau tiang bantu jawab:
Hapus1. Patih Gajah Mada diangkat Patih Amengkubumi 1334 M, semua ada dalam masa transisi kerajaan Majapahit, entah itu dari penyatuan Kerajaan2 kecil, penaklukan/pemusnahan, dan pengambilalihan kekuasaan, jika 1322 Mpu Jiwaksara ke Bali, bisa saja atas saran Patih Gajah Mada patih kerajaan Daha (mungkin dibawah kekuasaan Majapahit), tapi juga tercatat bahwa Mpu Jiwaksara diutus ke Bali 1343M, sesuai dengan Tahun diangkatnya Gajah Mada sebagai Maha Patih.
2. Kerajaan Singhasari berkuasa tercatat dari TH.1284-1324M, 1322-1324M disinyalir masa transisi/perang/diplomasi dan sejenisnya. Singhasari ke Majapahit, dan tercatat 1324-1343 M Pengambilalihan kekuasaan dengan dan serta merta mengembalikan kedudukan Dinasti Warmadewa sebagai Raja Bali selanjutnya dibawah pengaruh Majapahit. namun 1337-1343M Dalem Bedahulu tidak mengakui Kekuasaan Majapahit, sehingga ditaklukkan kembali oleh Majapahit 1343M
3. Ketika mengundurkan diri menjadi Patih pergi ke Mas memilih menjadi Bendesa di Mas, dan bergelar Kyayi Gusti Pangeran Bendesa Manik Mas (I), anaknya dari Niluh Tohjiwa juga bergelar yang sama sehingga di sebut Gusti Pangeran Bendesa Manik Mas (II), dari anaknya inilah menurunkan Para Bendesa Mas (yang dirujuk sebagai Kawitan) , dan dari anaknya yang Gusti Smaranatha menurunkan Gusti Rare Angon dan Gusti Rare Angon Menurunkan Pasek Gelgel dan cucu2 nya (yang sekarang dirujuk sebagai kawitan Orang2 Pasek Gelgel di Bali), sehingga Bisama kemungkinan turun saat itu,
catatan penting: Gelar I Gusti Agung Pada Ki Patih Wulung dan keturunannya berahir pada Jaman Dalem Waturenggong, sebagai sebuah daya upaya Danghyang Nirartha dan diputuskan oleh Dalem Waturenggong mengkotakkan strata kehidupan masyarakat Bali, dalam sistem Kasta entah tujuannya untuk membuat sekat dalam melanggengkan kekuasaan atau sejenisnya. Dalem Waturenggong berkuasa Tahun 1520-1558M.
itu sekiranya yang tiang simak dari sumber ini dan beberapa sumber lain.
Wah menarik dan edukatif dalam konteks mengenal leluhur
BalasHapus🙄🙄🤓🤓👑👑😷😷😱😱😱
HapusKawitan orang" imigran majapahit apa ?
BalasHapus