OM SUASTIASTU
Berikut ini saya sampaikan tulisan
dalam Lontar lontar yang berisi Penistaan terhadap Weda dengan memanipulasi dan
menyimpangkan mantra Yayurweda XXXI.11 dan Pencemaran nama baik serta penistaan
terhadap umat Hindu.
Lontar
lontar tersebut antara lain :
1.
LONTAR WIDISASATRA
TARPINI poin 8a (Bukti P1) sbb :
TERJEMAHAN :
6b/ dirasuki oleh Bhuta
Saryyah. Itu yang menjadikan Durmanggaladi Dunia, huru hara jadinya dunia,
dikacaukan oleh Kali yang datang tanpa sebab,
kematian mendadak pada manusia, hewan semakin merajarela, sehingga
kacaunya dunia, pencuri banyak, karena
manusia sama dimasuki Bhuta Kala Saryyah, panas dan menderitanya dunia,
demikian menjadi keadaan dunia, karena dikutuk oleh Hyang Widdhi, karena
tingkah laku manusia didunia ini, tidak mengikuti tata karma igama, tidak
mempercayai apa yang terdapat dalam ajaran agama dan tanpa dituntun oleh sang
Brahmana yang bijak, karena sang Brahmana Pandita sebagai tempat belajar para
manusia, mengenai tingkah laku manusia,
di dunia, benar sekali hakekatnya Sang Brahmana sebagai hulu sanghyang Igama.
7a/ Sang Ksatrya sebagai Bahu
sanghyang Igama. Sang Wesya ia sebagai perut Sanghyang Igama, Sudra ia sebagai
Kaki Sanghyang Igama. Itulah Sang Catur Warna sebagai Pengokoh Sanghyang Igama,
karena sebagai bagian badan Sanghyang
Igama, sama sama hidup untuk kembali
ke Sanghyang Prajapati, berwujud
beliau Sanghyang Tunggal,
Sanghyang Widdhi kebenaran beliau. Inilah Jika orang orang yang tidak menghayati
Sanghyang Igama, pasti diperiksa, karena semua ditinggalkan oleh penganutnya
masing masing. Ada Sang Brahmana dua orang
yang dahulu beliau lahir saat
yoga Bhatara Brahma, menjadi ia Brahmarsi, diberi nama Brahmana Siwa dan
Buddha, Itulah sebagai mata Sanghyang Igama di Dunia. Sang Brahmana Siwa
ia mata kanan, Sang Brahmana Buddha ia
mata kiri.
7b/Beginilah lahirnya dua
Ksatrya dahulu dari Yoga Sanghyang
Brahma, yang paling besar diberi nama Ksatrya Surya Wangsa, lahir dari
bahu kanan, yang adiknya Ksatrya Soma Wangsa, lahir dari bahu kiri sanghyang Brahma, Ia itu sebagai pengatur Sanghyang Igama. Yang ketiga banyak sekali lahirnya Satrya
semasih berjalan yang diberi nama keturunan Manusia, demikian Sang Ksatrya orangnya. Wesya Tiga juga lahirnya dahulu, dari Pusar sang
Brahma, sebagai sawan diperut, menuju
pada kedua paha, yang kanan nada Si Tan
Kawer, di tengah Si Tan Koncor, Si Tan
Kober di kiri ia, Itulah ketiganya sebagai badan utama Sanghyang Igama. Ketiganya sering
keluar dari dewata.
8a. Diberi nama keturunan
Manusia, itulah sang Ksatrya Manusia ia. Wesya juga ada tiga lahirnya dahulu,
dari pusar Sanghyang Brahma, sebagai awan diperut, berlanjut ke kedua paha,
yang paling tua Si Tan Kawur, yang kedua Si Tan Kondur, yang paling Kecil si
Tan Kober, itulah ke tiganya sebagai badan Utama sanghyang Igama. Sudra tujuh Jumlahnya,
semua keluar dari kaki Sanghyang Brahma
dahulu, diantaranya : KI BENDESA, KI
PASEK, KI GADUH, KI ADANGKA, KI KABAYAN, KI NGUKUHIN, dan KI SALAIN. Itulah
asal sudra namanya, keluar dari Yoga rahasya Dewa Brahma, itulah yang disebut
tujuh lapisan dunia, itulah yang disebut sebagai kaki sanghyang Igama, karena
kebahagiaan sejati.
2.
LONTAR YADNYA
PRAKERTI alinea 17 (Bukti P2) sbb :
14. Ana sira sang brahmana rwa yan
padulur wijilnira nguni saka ri yoga Bhatara brahma, atemahan sira brahmarsi,
ri arini brahmana siwa buda, ya ta maka caksu sanghyang igama ring jagat, sang
brahamana siwa sira caksu tengen, sang brahmana buda sira caksu kiwa.
15. Kunang sang ksatriya saroro
wijilnya nguni saking yoga sanghyang brahma, kang panuha di arani ksatira
suryawangsa, metu saka ri bau tengen; kang ari satriya soma wangsa, metu saka
ri bau kiwa sanghyang brahma, ya ta sira makawirburja sanghyang igama. Katrini
nira waneh mijil satriya saka mulakanta sanghyang di arani Manuwangsa, nimita
sang kesatriya wangsa sira.
16. Wesya trini juga wijilnira
nguni, saka ri nabi sanghyang brahma, maka awan ri weteng anerus ring pupu
kalih, kang panuhane si Tan Kawur, pamadianira si Tan Kondur, si Tan Kober
wurujunira, ya ta sira katrini pinaka utamangga sanghyang igama aduwe pada
makadi nika.
17. Nikang sudrayoni sapta
kwehnira, para ametu saka ri suku sanghyang brahma nguni, lwir aranira: Ki Bandesa, Ki Pasek, Ki Gaduh, Ki Dangka,
Ki Kubayan, Ki Ngukuhin lawan Ki Salain. Ika sudra yoni inaranan, mijil
saking sandi yoga Bhatara Brahma, nimita saptapatala di arena, ya ta sira nggeh
suku sanghyang igama, apan sukarti sanghyang Prajapati sira, yakta kabeh ikang
wang wenang makaulu ri sang brahmana pandita Siwa-Buda.
==============================
==============================
Bahwa dalam Weda Sruti tidak ada penyebutan :
Brahmana lahir dari Kepala dewa Brahma,
Ksatrya Lahir dari Lengan dewa Brahma,
Wesya lahir dari Pusar dewa Brahma,
Sudra lahir dari Kaki dewa Brahma.
Bahwa dalam Weda Sruti seperti dalam Yayurweda
XXXI.11 hanya disebutkan sbb : (Bukti P3)
Brahmano -Asya mukham asid.
Bahu rajanyah krtah.
Uru tadasya yad Vaisyah.
Bahu rajanyah krtah.
Uru tadasya yad Vaisyah.
Padbhyam Sudro ajayata.
Artinya kurang lebih sbb :
Brahmana
adalah Mukanya.
Raja adalah Bahunya.
Perutnya adalah Wesya
Kaki nya adalah Sudra
Raja adalah Bahunya.
Perutnya adalah Wesya
Kaki nya adalah Sudra
Bahwa di Yayurweda XXXI.11 (bukti P3) tidak disebut Kepala melainkan MUKHA (=
wajah?.). Dan tidak disebut Tangan
Melainkan BAHU. Tidak disebut Pusar melainkan Perut (URU) sehingga Penulisan Barhmana
Lahir dari Kepala, Ksatriya lahir Tangan, Wesya Lahir dari Pusar dan Sudra lahir dari Kaki pada Lontar Widisastra Tarpini dan
Lontar Yadnya Prakerti TELAH MEREKAYASA
asal usul Catur Warna.
Bahwa Catur Warna BUKAN METU/KELUAR dan BUKAN PULA DILAHIRKAN dari masing masing anatomi Dewa Brahma, melainkan Catur Warna adalah DI CIPTAKAN oleh Tuhan.
Seperti tertulis di Seloka BG IV.13 berikut : Chatur Varnyam maya srishtam
guna karma vibhagasah, artinya:
Catur Warna adalah ciptaanku
bardasarkan guna karma yang melekat
padanya.
Bahwa dengan demikian Penulisan Brahmana lahir
dari Kepala, Ksatrya lahir dari Tangan, Wesya lahir dari Pusar dan Sudra Lahir
dari Kaki Dewa Brahma telah merekayasa kata Ciptaan (Maya Srishtam) menjadi dilahirkan, dengan demikian Catur warna
versi Lontar Widisastra Tarpini dan Lontar Yadnya Prakerti telah meyesatkan umat Hindu sehingga perlu di Revisi.
Bahwa Dalam yayur Weda XXXI.11 tidak ada nama nama leluhur
Orang Bali pada masing masing anatomi Dewa Brahma. Tetapi dalam Lontar
Widisastra Tarpini dan Lontar Yadnya Prakerti tersebut diatas, ditambahkan nama
nama leluhur orang Bali pada anatomi (Kaki) Dewa Brahma sebagai asal usul kelahiran Sudra,
dengan menambahkan kalimat lwir aranira: Ki
Bandesa, Ki Pasek, Ki Gaduh, Ki Dangka, Ki Kubayan, Ki Ngukuhin lawan Ki Salain
di belakang kalimat : ” adwe pamakadinya ikang Sudra yeni sapta kwehnya, pada metu saka ri
suku Sanghyang Brahma ngarani”. (Bukti P1) dan dibelakang kalimat :” Nikang sudrayoni sapta
kwehnira, para ametu saka ri suku sanghyang brahma nguni” pada(Bukti P2)
Bahwa
memperhatikan Bhagawad Gita XVIII.44 yang menyebutkan :’ Seorang Sudra adalah seorang Paricaryatmakam = Hanya mampu bekerja menggunakan Fisik, tidak
mampu menggunakan Kecerdasan Otak karena ber IQ rendah. (Bukti P4)
Bahwa dengan memperhatikan lontar /buku SIWA SASANA pada poin 9a dan 9b yang tertulis sbb : “Seorang
Sudra TIDAK BOLEH di Diksa menjadi Sulinggih”. (Bukti P5)
Bahwa dengan memperhatikan buku SLOKANTARA seloka 38 yang menyebutkan sbb : “Seorang
Sudra disebut Antyajati atau
kelahiran rendah”. (Bukti P6)
Bahwa memperhatikan lontar/buku SUNDARI BUNGKAH 10a terbitan
Bali Wisdom yang menyebutk mayat orang Sudra, tiada bedanya dengan
bangkai hewan seperti tertulis berikut ini (Bukti P7) :
“10a. Ini sebagai perujudanNya agar dibersihkan, dan mayatnya diberikan
hiasan, karena mayat beliau tidak seperti pandai yang lain nya. Jika tidak
mengikuti tatacara tersebut MAKA SAMA
SAJA SEPERTI MAYAT ORANG SUDRA, DAN TIADA BEDANYA DENGAN BANGKAI HEWAN.
Jika seorang pandai ingat akan kebangkitannya, pada kepandaiannya sebagai
seorang Brahma Besi, janganlah engkau lupa dengan Bhatara Brahma, olehn karena
perwujudannya adalah satu, Ong. Sanak keluarga seorang pandai , Jika tidak seturut
dengan Bhatara Brahma Kawi, maka hancurlah keluarga pandai itu, dengan tidak
seturut denganBhatara Brahma Kawi, maka
dikutuk ,menjadi binasa. Nasehat Bhatara
Brahma, jika ingat, pada permulaan, aksara”
Bahwa mengutip
pendapat Profesor DR. Gangga Prasad Upadhyaya,
dalam buku nya
“VEDIC CULTURE” yang menulis Sbb : (Bukti
P8)
“ Jika ada seseorang yang tingkat kecerdasan
otaknya rendah, yang tidak dapat menentukan pekerjaan apa yang harus dipilih
untuk dirinya sendiri, ia tidak akan dibiarkan hidup malas berpangku tangan,
masyarakat memaksanya untuk mengerjakan sesuatu atas perintah atau petunjuk dan
pengawasan mereka yang dapat memilih dan memimpinnya. Orang demikian dinamakan
SUDRA - Orang malang. Kemalangan ini menyebabkan mereka diletakkan dalam
tingkat masyarakat terendah, bukan dipaksakan kepada mereka oleh masyarakat. Ia
menjadi demikian karena ia tidak dapat, tidak mampu karena kelemahannya sendiri
atau juga karena kemalasannya, untuk memilih untuk dirinya sendiri suatu
lapangan pekerjaan bebas dan terhormat…”
Bahwa memperhatikan Babad
Pasek yang menyebutkan:
Leluhur
Ki Bendesa, Ki
Pasek, Ki Gaduh, Ki Adangka, Ki Kabayan, Ki Ngukuhin, Lawan Ki Salahin, terlahir dari Rahim
“BIDADARI” Manik Gni dengan Purusa (Suami) Sang Brahmana Pandita (Mpu Gnijaya) (Bukti P9)
Bahwa memperhatikan Prasasti
Alas Purwo - Jawa Timur, yang menyebutkan bahwa Prabu Brawijaya V dalam Pelariannya di
Blambangan / Banyuwangi th 1478 M, ber
WASIAT kepada Anak Cucunya – supaya
meneruskan pelariannya ke arah timur (ke Bali) dan meminta perlindungan kepada Raja di Peduungan
dan Kepada Rare Angon di Bali. Beliau menyebut Rare Angon (salah satu leluhur
Pasek) sebagai “ Titisan Ciwa - sebagai guru suci (Brahmana) dulunya dipercaya
sebagai sekretaris dan bendahara pembangunan pura di Bali. (Bukti
10).
Bahwa Penambahan kalimat Luiraranire : Ki Bendesa, Ki Pasek, Ki Gaduh, Ki
Adangka, Ki Kabayan, Ki Ngukuhin,
Lawan Ki Salahin dibelakang kalimat : “adwe pamakadinya ikang Sudra yeni sapta
kwehnya, pada metu saka ri suku Sanghyang Brahma ngarani pada Tulisan di Widisastra Tarpini (Bukti P1),
dan di belakang kalimat Nikang sudrayoni sapta kwehnira, para ametu saka ri suku sanghyang
brahma nguni pada tulisan
Yadnya Prakerti (Bukti P2)
dapat menimbulkan Ketidak percayaan Umat Hindu pada susastra Weda lainnya,
sehingga berdampak dapat menimbulkan Ketidak percayaan kepada Agama Hindu.
Bahwa Penambahan kalimat
Luiraranire : Ki Bendesa, Ki Pasek, Ki Gaduh, Ki
Adangka, Ki Kabayan, Ki Ngukuhin,
Lawan Ki Salahin dibelakang kalimat : “adwe pamakadinya ikang Sudra yeni sapta
kwehnya, pada metu saka ri suku Sanghyang Brahma ngarani pada Tulisan di Widisastra Tarpini (Bukti P1)
dan di belakang kalimat Nikang sudrayoni sapta kwehnira, para ametu saka ri suku sanghyang
brahma nguni pada tulisan
Yadnya Prakerti (Bukti P2).
JELAS dimaksudkan untuk menistakan
keluarga : Ki Bendesa, Ki Pasek, Ki
Gaduh, Ki Adangka, Ki Kabayan, Ki
Ngukuhin, Lawan Ki Salahin.
Bahwa dengan memperhatikan:
1. Bukti P1 ; Lontar Widisastra
tarpini poin 9a
2. Bukti P2; Lontar Yadnya
Prakerti alinea 17
3. Bukti P3 : Yayurweda XXXI,11
4. Bukti P4 : Bagawad Gira
XVIII.44
5. Bukti P5 :Buku Siwasasana, poin 9ab
6. Bukti P6 : buku Slokantara, seloka
38
7. Bukti P 7: Buku/lontar Sundari
Bungkah poin 10a
8. Bukti
P8 : Buku VEDIC CULTURE karya Profesor DR. Gangga Prasad Upadhyaya.
9. Bukti
P9 : Babad Pasek
10. Bukti
P10 : Prasasti Alas Purwo.
11. Pasal
156 a dan b UU Penistaan Agama
12. Pasal
pasal pencemaran nama baik KUHP
Maka tulisan dalam lontar Widisastra Tarpini (Bukti
P1) dan Lontar Yadnya Prakerti (Bukti
P2) mengandung unsur Unsur :
1. Penyimpangan dan Penyesatan terhadap Kitab suci Weda terutama Yayurweda
XXXI.11
2. Penistaan terhadap kitab suci Weda
3. Penistaan terhadap Agama HINDU
4. Penistaan terhadap Umat Hindu
5. Pencemaran nama baik dan
Penistaan umat Hindu terutama dari Warga Mahagotra Pasek Sanak Sapta Rsi yaitu Ki Bendesa, Ki Pasek, Ki Gaduh, Ki
Adangka, Ki Kabayan, Ki Ngukuhin,
Lawan Ki Salahin.
Bahwa lontar Widisastra tarpini (Bukti P1) dan Lontar Yadnya Prakerti (Bukyti P2) telah
beredar luas di Masyarakat Hindu terutama di Griya Griya para sulinggih dan
dijadikan rujukan oleh para Jero Mangku dan Para Sulinggih sehingga berpotensi DISALAH TERAPKAN dan DISALAH
GUNAKAN di masyarakat Hindu.
Bahwa penyalah Gunaan dan Penyalah terapkan isi
Tulisan Lontar tersebut pada Bukti P1 dan Bukti P2 di Masyarakat Hindu Bali
telah menimbulkan permasalahan social dan keagamaan selama berabad abad di
Hindu Bali diantaranya :
1. Ada Oknum yang tidak mau di ketisin tirta Ide Pandita Mpu karena
mengaggap IPM adalah Pedande Sudra.
2. Ada Oknum yang selalu menyebut
Pedande Sudra pada sulinggih dari warga Ki
Bendesa, Ki Pasek, Ki Gaduh, Ki Adangka,
Ki Kabayan, Ki Ngukuhin dan Ki Salahin.
3. Ada Oknum Pedande yang tidak bersedia Duduk bersama dan muput bersama
IPM karena terdokrin oleh Isi Lontar lontar Widisastra Tarpini dan Lontar
Yadnya Prakerti tersebut.
4. Timbulnya persoalan Trisadaka VS Sarwa Sadaka di Besakih
5. Timbulnya Penistaan sulinggih
IPM di Pura Dasar Bhuwana Gelgel dan
tidak di injinkan IPM me Weda di
Bale Pawedaan pura tersebut.
6. Ber edarnya Surat Penolakan terhadap Ida Pandita Mpu di Desa Pekraman
Prangsada –Desa Pering – Blahatuh - Gianyar.
7. di tolaknya ke ikut sertaan Ida Panbdita Mpu untuk muput Yadnya umum di beberapa wilayah di Indonersia
Bahwa untuk mencegah
penyalah gunaan dan penyalah terapan isi Lontar Widisastra
Tarpini dan Lontar Yadnya Prakerti di masyarakat, DAN MENCEGAH KECELAKAAN SEJARAH YANG DIWARISKAN maka ke dua lontar
tersebut HARUS DI KAJI Kembali. Dan apabila tidak bisa dikaji kembali maka
kedua lontar tersebut Harus di Musnahkan.
Bahwa kecelakaan Sejarah telah MEMPORAK
PORANDAKAN NEGARA NEGARA TIMUR TENGAH karena sentiment POLITIK nya di masukkan
kedalam Kitab Sucinya. Sehingga Kaum Yahudi selalu DI PERANGI untuk dimusnahkan dari Muka Bumi karena dalam kitab sucinya
disebutkan : " kaum yang dimurkai Tuhan (Al Yahud) dan mereka Kaum yang Sesat (Al Nas).
Apakah Umat Hindu di Bali akan Mewariskan
KECELAKAAN SEJARAH dengan menyebut " Sudra, DIANTARANYA : Ki
Bendesa, Ki Pasek, Ki Gaduh, Ki Adangka,
Ki Kabayan, Ki Ngukuhin dan Ki Salahin, dalam Lontar Widisastra
Tarpini (Bukti P1) dan Lontar Yadnya Prakerti (Bukti P2),
Dan Seorang Sudra berasal dari
kelahiran rendah menurut Slokantara seloka 38 (Bukti P 6) Seorang Sudra tidak boleh di
Diksa Menjadi Sulinggih menurut Lontar Siwasasana 9ab (Bukti P 5).
Dan kalau
SEORANG SUDRA MATI MAYATNYA TIADA
BEDANYA DENGAN BANGKAI HEWAN seperti tertulis di Lontar Sundari Bungkah (bukti
P 7)?.
-------------------------------------
Dengan tambahan kalimat DIANTARANYA : Ki
Bendesa, Ki Pasek, Ki Gaduh, Ki Adangka,
Ki Kabayan, Ki Ngukuhin dan Ki Salahin
JELAS DIMAKSUDKAN UNTUK MENISTAKAN WARGA PASEK DAN BENDESA.
SEKALI LAGI,
PERSOALANNYA terletak pada adanya kalimat DIANTARANYA : Ki
Bendesa, Ki Pasek, Ki Gaduh, Ki Adangka,
Ki Kabayan, Ki Ngukuhin dan Ki Salahin.
Bukan pada kata Sudra.
Yang merupakan bagian dari Catur Warna.
==============================
BEBERAPA DALIL DALIL PENJELASAN
I. PENJELASAN
SECARA SOSOLOGIS – TATTWA AGAMA
Bahwa
di Yayurweda XXXI.11 tertulis sbb :
Brahmano -Asya mukham asid,
Bahu rajanyah krtah,
Uru tadasya yad Vaisyah,
Padbhyam Sudro ajayata.
Artinya kurang lebih sbb :
Brahmana
adalah Mukanya,
Raja
adalah Bahunya,
Wesya
adalah Perutnya,
Sudra
adalah Kaki nya.
Maksud dari mantra ini adalah;
Brahmana adalah yang nampak di depan sebagai Mukha, sebagai yang pertama kali
dilihat. Sebagai Wajah (Mukha) umat
Hindu dan atau Masyarakat. Baik buruk dan maju mundur nya masyarakat atau agama
tercermin dari tingkah laku dan kehidupan kaum Brahmana (Pandita) nya. Karena
yang pertama kali dilihat adalah Mukanya atau Wajahnya atau para Brahmana/Pandita
nya.
Raja adalah Bahunya.
Bahu berperan untuk memikul beban. Artinya para raja atau Ksatrya memikul beban
untuk menjaga dan melindungi Dharma dan Masyarakat. Kaum Ksatrya (para Raja) bertanggung
jawab menjaga dharma dan masyarakat supaya tetap berada pada jalan dharma.
Wesya adalah Perutnya,
Perut harus dibuat kenyang supaya nyaman dan bahagia. Artinya kaum Wesya lah
yang berperan untuk memenuhi kebutuhan Perut Umat dan Masyarakat, kaum wesya
bertugas mensejahterakan Umat dengan keahliannya berdagang (pengusaha),
berternak, bertani dan ber nelayan. Para Wesya berurusan dengan Perut nya Umat.
Sudra adalah Kakinya,
Kaki adalah penopang tubuh. Kaki
menopang beban berat seluruh tubuh.
Artinya kaum Sudra adalah yang menopang Dharma dan Masyarakat. Kaum
Sudra ada di luar dari ke 3 bagian tubuh diatas tetapi fungsinya sangat Vital
untuk bisa menggerakkan seluruh Tubuh. Tubuh
tidak akan sempurna kalau kaki nya sakit atau cacat. Mukha bagus, Bahu kekar,
Perut Bubit tanda kemakmuran, kalau kaki nya Lumpuh!!, tidak akan bisa
sempurna.
II. PENJELASAN SECARA PSIKOLOGIS – TATTWA AGAMA
Bahwa dalam BG.IV.13
disebutkan : Chatur Varnyam maya
srishtam guna karma vibhagasah. Artinya: Catur Warna adalah ciptaanKu bardasarkan guna
karma yang melekat padanya.
Bahwa Catur Warna bukan metu/keluar dan bukan
pula dilahirkan dari masing masing anatomi Dewa Brahma, MELAINKAN DI CIPTAKAN Oleh Tuhan. Seperti tertulis di Seloka BG
IV.13 berikut : Chatur Varnyam maya srishtam guna karma vibhagasah, artinya: Catur Warna adalah ciptaanku bardasarkan guna
karma yang melekat padanya.
Bahwa dengan demikian
Penterjemahan Brahmana lahir dari Kepala, Ksatrya lahir dari Tangan, Wesya
lahir dari Pusar dan Sudra Lahir dari Kaki Dewa Brahma telah terbantahkan.
Bahwa, Triguna sebagai
dasar pembentukan Catur Warna terdiri dari Satwam,
Rajas dan Tamas.
Bahwa
BG.XIV.5, menyebutkan : Sattwam Rajas Tamas iti Guna Prakriti
samdhawah. artinya : Satwan rajas
tamas merupakan sifat bawaan yang terlahir dari prakirti.
Bahwa ajaran Samkya, menerangkan bahwa pembentuk realitas dunia adalah Purusa
dan Prakerti, Roh dan Benda, asas Rohani dan asas Badani. Purusa adalah asas
Rohani, asas yang kekal tidak berubah, sedang Prakerti
adalah unsur unsur Badani dan Psikologis (kejiwaan). Sattwam Rajas Tamas atau
Triguna merupakan unsur Psikologis (kejiwaan) yang menyertai kelahiran
Pancamahabuta.
Bahwa Wrihaspati Tattwa 17 dan Bhagawad Gita XIV.6 menyebutkan Ciri-ciri Satwam sebagai bagian Triguna pementuk Catur Warna sebagai
berikut :
Nirmalawat=Sifat yang tidak tercela.
Prakasakam = Bercahaya
Anamayam= tidak mengenal sedih/menderita
Sukhasangena =selalu memberi rasa senang
Jnanasangena =memberikan ilmu pengetahuan
Anagha =tidak tercela.
Bahwa dalam
Wrihaspati Tattwa 18 dan dalam Bhagawad
Gita XIV.7 disebutkan Ciri
ciri Rajas sebagai bagian dari Triguna pembentuk Catur Warna, sebagai
berikut :
Raga=nafsu,
Atmakam=sendiri,
Trsna=nafsu birahi,
Sanga=terikat,
Karmasangena=terikat oleh karma.
Dahinam=Jasad Rohani.
Bahwa dalam Wrihaspati
Tattwa 19 dan Bhagawad Gita XIV.8 disebutkan Ciri ciri Tamas sebagai bagian dari
triguna pembentuk Catur Warna,sebagai berikut :
Ajnanam= tidak berpengetahuan,
Mohanam=kebingungan,
Pramada=tidak peduli/hirau/masa bodo.
Lasya= malas,
Nibrabhis=ketiduran/malas ,
Nidra=tidur,
Bahwa dalam Bagawad Gita XIV.11-13 dan disebut juga di Wrihaspati Tattwa 17 -24 Bahwa
: Apabila badan ini didominasi oleh Satwam maka Ilmu pengetahuannya menembus
didalam badan melalui semua pintu.
Bahwa dalam BG.XIV.12 dan Wihespati Tattwa 17-24
disebutkan Apabila badan ini didominasi
oleh Rajas maka perilakunya yang tampak
adalah :
Lobham = Loba, giat dalam usaha,
Prawrttir = Kegiatan kerja duniawi.
Arambah = giat berusaha
Sprha = kemauan kuat.
Bahwa dalam BG XIV,13 dan Wrihespati Tattwa 17-24 disebutkan Apabila badan ini didominasi
oleh Tamas maka perilakunya yang tampak
adalah :
Aprakaso = kekurangan cerah/tdk bersinar,
Aprawrtti = malas.
Pramada = tidak peduli/teledor.
Moha = bingung,
Nidralasya = suka tidur,
Mohanam atmanam = kesesatan jiwa.
Bahwa dalam Wrihapati Tattwa seloka 15 disebutkan :
“Ikang citta mahangan mawa, yeka sattwa
ngaranya, ikang maderes molah, reka rajah ngaranya, ikang abwat peteng, yeka
tamah ngaranya”.
Sattwa bersipat terang
dan bersinar, Rajah berubah ubah-ubah, Tamas berat dan kabur. Ketiga sifat
itulah yang mewarnai pikiran. Pikiran yang terang dan jernih disebut Sattwa,
pikiran yang selalu berubah ubah disebut rajah, dan pikiran yang berat dan
keruh disebut tamah. (Putra IGAG dan Sadia Wayan, 1988: Selokantara. Yayasan
dharma sarati, Jkt).
Bahwa Triguna sebagai pembentuk struktur Catur Warna
terdiri dari :
1. Satwam,
merupakan
gudang nilai-nilai moral dan Ilmu pengetahuan,sehingga mampu melakukan sensor bagi individu dalam
menentukan salah atau benar, baik atau jahat, karena Satwam memperhatikan prinsip-prinsip moral
dan merupakan representasi dari norma umum dan kesusilaan.
2.
Rajas,mewakili
kenyatan fisik dan sosial seseorang. berpungsi sebagai penyeimbang antara
Tamas dan Satwam. Sedangkan
3. Tamas,merupakan
struktur kepribadian primitif, tidak sadar, bekerja tidak rasional dan
infulsif,karena merupakan dorongan
kemauan insting.
Bahwa Interaksi dinamis
antara Tri Guna dengan Karma membentuk CATUR WARNA, seperti seloka BG.IV.13 berikut : Chatur Varnyam maya srishtam guna karma
vibhagasah, Artinya : Catur Warna
adalah ciptaanKu bardasarkan guna karma yang melekat padanya.
Bahwa CATUR
WARNA terdiri dari : Brahmana, Ksatrya, Wesya dan Sudra.
Bahwa di YAYURWEDA XXXIII.81 dan BHAGAWAD GITA XVIII. 42 disebutkan Ciri-ciri
Brahmana antara lain sebagai berikut :
Samo=khusuk/tenang,
Damas=menguasai panca indra/mampu mengendalikan diri.
Tapah=mampu mengendalikan nafsu
Saucam= suci.
Arjawa=luhur budinya.
Ksanti= damai/tenang,
Jnanam=berpengetahuan/terpelajar
Wijnanam=bijaksana/berpengalaman.
Astikyam = religius.
Bahwa di BG. XVIII.43 disebutkan Ciri-ciri
Ksatrya sebagai berikut :
Sauryam=heroisme/pemberani.
Tejo=lincah.
Dhritir=teguh .
Daksyam=pandai menyelesaikan tugas,
Yuddhe=siap bertempur.
Apalayamam= tidak pengecut.
Dana=dermawan.
Iswarabhawa=bersifat memimpin/ berwibawa.
Bahwa di BG. XVIII.44 disebutkan Ciri-ciri Wesya sebagai berikut :
Krsi= mengusahakan pertanian.
Gauraksya= memelihara lembu/berternak.
Wanijyam=suka berdagang.
Bahwa di BG XVIII.44 disebutkan Ciri ciri Sudra sbb :
Paricaryatmakam = Hanya mampu
bekerja menggunakan Fisik, tidak mampu menggunakan Kecerdasan Otak (karena ber
IQ rendah).
BAHWA YUDISTIRA dalam
dialognya dengan YAKSA (dlm YAKSHA
PRASHNA) dalam Ithihasa Mahabarata mengatakan
bahwa:
“ Kelahiran, belajar Veda dan pengetahuan Sains atau Pekerjaan bukan aspek
yang membuat seseorang menjadi Brahmana. Yang membuat Seseorang menjadi Brahmana adalah Perilaku
atau Karakternya.
Suatu Perilaku atau Karakter
yang baik tidak pernah menjadi buruk dan satu Perilaku atau karakter buruk selalu dianggap buruk.
Dia yang tertarik dengan ritual
dan yang juga memiliki kendali penuh atas indranya dialah yang disebut Brahmana sejati”.
Bahwa BG.XVIII.41.
menyebutkan : Brahmana ksatrya wisam sudranam ca parantapa, karmani
prawibhaktani swabhwaprabhawir gunah. Artinya: Brahmana Ksatrya Wesya dan
Sudra PERILAKUNYA dibentuk
oleh sifat bawaan guna (triguna).
Bahwa Perilaku yang ditunjukkan secara
terus menerus oleh tiap-tiap individu menurut Prof. DR. Kusumanto Setyonegoro
disebut Kepribadian/ Personality
. Sedangkan menurut Salvador R
Maddi, Kepribadian/Personality merupakan seperangkat karakteristik
yang relatip mantap, kecenderungan dan perangai yang sebagian besar dibentuk
oleh faktor keturunan dan faktor faktor sosial, kebudayaan dan lingkungan.
Perangkat variabel ini menentukan persamaan dan perbedaan perilaku individu.
Bahwa menurut Wikipedia bahasa
Indonesia, ensiklopedia bebas, Kepribadian atau Persolality merupakan keseluruhan cara
seseorang, di mana seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu
lain. Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa
diukur yang ditunjukkan oleh seseorang. Karakteristik yang umumnya melekat
dalam diri seorang individu adalah malu, cerdas, bodoh, agresif, patuh, malas,
ambisius, setia, dan takut. Karakteristik-karakteristik tersebut jika
ditunjukkan dalam berbagai situasi, disebut sifat-sifat kepribadian. Sifat
kepribadian menjadi suatu hal yang mendapat perhatian cukup besar dibidang
Psikologi karena sifat-sifat kepribadian dapat membantu proses dalam memilih
profesi dan seleksi karyawan, menyesuaikan bidang pekerjaan dengan individu,
dan memandu keputusan pengembangan profesi/karier.
Bahwa Sigmund Freud –
ahli Psikoanalisa, menerangkan perbedaan
kepribadian individu terjadi karena
tiap orang mengalami perangsangan pokok yang berbeda-beda, yang disebabkan oleh
pertentangan terus menerus antara dua bagian dari struktur kepribadiannya yang
menurut istilah Freud disebut Id, Ego dan super ego. ( tamas, Rajas dan
sattwam)
Bahwa Kepribadian
(bhs Inggris Personality), tidak sama dengan sifat/watak (Bhs Inggris character
). Kepribadian/personality bersifat menetap - konsisten sepanjang waktu dan
dalam berbagai situasi. Sedangkan Watak/Character sifatnya sewaktu-waktu dapat
berubah, misalnya besifat atau berwatak keras kepala, pemarah dls.
(Health Study Club, bidang Ilmu Penyakit Jiwa, FK UGM 82).
Dengan demikian SAYA BERPENDAPAT :
1.
Bahwa Catur Warna adalah 4 tipe pola perilaku Manusia yang relative konsisten/mantap atau Catur
Warna adalah 4 tipe Personality atau 4 tipe Kepribadian Manusia.
2.
Bahwa Catur Warna bukan 4 Wangsa, bukan 4 Kasta dan bukan 4 Soroh.
3.
Catur
Warna juga Bukan 4 tipe profesi/pekerjaan. Karena profesi/pekerjaan
seseorang belum tentu sesuai dengan
Warnanya.
4.
Bahwa, Kalau Catur Warna adalah 4 Jenis
Profesi atau kalau Catur warna adalah 4 Wangsa/Kasta/Soroh maka pertanyaannya
adalah :
a. Profesi
apa atau Wangsa/Kasta/Soroh nya siapa yang kalau mati mayatnya tiada beda dengan bangkai
Hewan (Sundari Bungkah 10a).
b. Profesi
apa atau Wangsa/Kasta/Soroh nya siapa yang tidak
boleh di Diksa menjadi Sulinggih (Siwasasana 9ab).
c. Profesi
apa atau Wangsa/Kasta/Soroh nya siapa berasal
dari Kelahiran Rendah? (Slokantara 38),
Bahwa Apakah
seorang sarjana Agama yang taat ber sembahyang ber perilaku baik, sopan dan tertarik
dengan ritual dan yang juga memiliki kendali penuh atas indryanya, gara gara bekerja sebagai BURUH Bangunan atau
Buruh Kasar terus dianggap berasal dari Kelahiran Rendah dan tidak boleh di
DIKSA serta kalau mati mayatnya disamakan dengan bangkai Hewan ?.
Bahwa Apakah Seorang
Budak kasar - yang dahulunya adalah kaluarga Kerajaan - karena Kalah perang
terus dijadikan Budak oleh musuhnya - terus disebut berasal dari Kelahiran Rendah??.
5.
Bahwa
Catur Warna adalah Psikologi dalam Agama Hindu,
untuk mengarahkan seseorang memilih profesi/pekerjaan sesuai dengan
Personality nya (bakat, hobby dan
kecenderungan perilakunya).
Bahwa Yayurweda XXX.5 telah mengarahkan pimilihan
profesi/pekerjaan seperti tertulis sbb :
Brahmane brahmanam,
Ksatriya rajanam,
Marudbhyo Vaisyam,
Tapase Sudram
Artinya :
Brahmana untuk Pengetahuan,
Kstarya untuk Perlindungan,
Wesya untuk Kesejahteraan,
Sudra untuk pengabdian Jasmaniah.
Maksudnya :
Seorang ber Tipe Personality
Brahmana cocok ber profesi berkaitan dengan Ilmu Pengetahuan, sebagai
pembimbing umat manusia seperti sebagai : Sulinggih, Penasehat/Konselor,
Guru/Acharya dls.
èBrahmana adalah Mukha nya agama dan Masyarakat.
Seorang ber Tipe Personality Ksatrya cocok berprofesi berkaitan dengan
Perlindungan, seperti Pemimpin pemerintahan dan Perwira tentara
è Raja/Ksatrya adalah Bahu
nya agama dan Masyarakat.
Seorang ber Tipe Personality Waisya
cocok berprofesi berkaitan dengan
Kesejahteraan (urusan perut) seperti berdagang, bertani, beternak, ber
nelayan, pengusaha dls.
èWesya adalah Perutnya
agama dan Masyarakat.
Seorang ber Tipe Personality Sudra hanya mampu bekerja menggunakan
Fisik/Jasmani (TAPASE) dan harus selalu dalam bimbingan ke tiga warna (TRIWARNA) diatasnya
karena mempunyai keterbatasan kecerdasan.
èSudra adalah Kakinya
agama dan Masyarakat.
Itulah sebabnya, SASTRA SASTRA seperti
Siwasasana dll. melarang seorang SUDRA untuk di DIKSA menjadi Sulinggih dan
tidak diperbolehkan menjadi Pemimpin, karena keterbatasan kecerdasannya dan Keterbatasan kemampuan yang dimiliki nya.
==============
PENJELASAN SECARA SOSIAL POLITIK – DEVIDE ET IMPERA
Bahwa Menafsirkan YayurWeda XXXI.11 yang berbunyi : Brahmano -Asya mukham asid, Bahu rajanyah krtah, Uru tadasya yad Vaisyah, Padbhyam Sudro ajayata sebagai : Brahmana lahir dari Kepala, Ksatrya Lahir dari Tangan, Wesya lahir dari Pusar dan Sudra Lahir dari Perut Dewa Brahma (Igama) mengandung Unsur pelecehan terhadap YayurWeda tersebut, apalagi kemudian di belakang kategori Sudra ditambahkan kalimat luiraranier (= diantaranya) : Ki Bendesa, Ki Pasek, Ki Gaduh, Ki Adangka, Ki Kabayan, Ki Ngukuhin, Lawan Ki Salahin.
BAHWA tulisan yang men SUDRA kan Ki Bendesa, Ki Pasek, Ki Gaduh, Ki Adangka, Ki Kabayan, Ki Ngukuhin, Lawan Ki Salahin, TIDAK SESUAI dengan babad Pasek yang menulis bahwa : Leluhur Ki
Bendesa, Ki Pasek, Ki Gaduh, Ki Adangka,
Ki Kabayan, Ki Ngukuhin, Lawan Ki
Salahin, terlahir dari Rahim “BIDADARI” Manik Gni dan dari leluhur
Purusa (Ayah) Sang Brahmana Pandita ( = Mpu Gni Jaya).
Bahwa Pen Sudra an Ki Bendesa, Ki Pasek, Ki Gaduh, Ki Adangka, Ki Kabayan, Ki Ngukuhin, Lawan Ki Salahin, Juga BERTENTANGAN dengan Prasasti Alas Purwo - Jawa Timur yang dikeluarkan oleh
Prabu Brawijaya V yang menyebut Rare
Angon (salah satu leluhur Pasek dan Bendesa) sebagai “ Titisan Ciwa - sebagai guru suci
(Brahmana) dulunya dipercaya sebagai sekretaris dan bendahara pembangunan pura
di Bali”.
Bahwa dengan demikian Saya menduga : tulisan di Lontar lontar Widisastra Tarpini
dan Yadnya Prakerti adalah tulisan Pesanan dan atau Re PRODUKSI
Kononial dan Misionaris,
untuk memecah belah umat Hindu dan untuk menistakan Kitab suci dan Susastra Weda dengan tujuan
akhir membuat Umat Hindu Bali tidak percaya dengan kitab Suci Weda dan Lontar Suci tuntunan nya.
======================
ASUMSINYA SSB:
Bahwa, Tulisan Pesanan dan Re Produksi banyak
terjadi saat Umat Hindu berada dalam kekuasaan kolonialisme. Seperti juga
halnya yang dilakukan oleh kaum misionaris berkedok Indolog di India terhadap penterjemahan Weda dan berkedok Baliseering (Baliolog) di Bali terhadap
lontar lontar tuntunan Umat Hindu di Bali.
Di Umat Hindu India
Kedok
para Misionaris berkedok Indolog dan pemerhati adat dan budaya dengan politik
etisnya terbongkar, setelah surat surat
Max Muller kepada istrinya, di publikasikan
di London dan New York tahun 1902 sebagai berikut :
“Penerjemahan
Weda selanjutnya akan memberitahu untuk sebagian besar pada nasib India
terhadap pertumbuhan jutaan jiwa negeri itu, ini adalah akar dari agama mereka,
dan untuk menunjukkan kepada mereka apa akar adalah saya merasa yakin, adalah
satu-satunya Cara mencabut semua yang telah bermunculan dari itu selama
3000 tahun terakhir”.
Juga salinan
trasnkrip Pidato William Jones, Kepala The Asiatic Society of Bengal dihadapan para
Misionaris sbb :
“Kalian
para misionaris ini terlalu bodoh, bagaimanapun upaya kalian baik para zending
(misionaris) Protestan maupun Katolik tidak akan mampu mengkonversi orang-orang
Hindu, sebab mereka sangat kuat keyakinan mereka terhadap kitab-kitab sucinya.
Satu-satunya cara agar orang-orang Hindu mau pindah menjadi umat Kristen adalah
mengacaukan isi kitab suci mereka. Posisikan kitab mereka lebih rendah dari
kitab Injil dan angkat setinggi-tingginya kitab Injil” .(The
true history and the religion of India, dalam I Ketut Donder. Media Hindu edisi
92, Oktober 2011 halaman 44-45).
Menurut Swami Prakasanand Saraswati : “Ada dua rencana rahasia yang disusun secara
teliti oleh William Jones sebagai wakil kolonialis Inggris di Kalkuta. Rencana pertama : penyesatan kitab suci
Weda Termasuk sejarah India. Rencana Kedua : Menerapkan TEORI rasialis Kasta
dengan maksud agar terjadi perpecahan
pada masyarakat india, Kedua rencana
tersebut dijalankan secara simultan”.
Bahwa dalam www.wikipedia.org/wiki/wlliam-jones(philologis), disebutkan : William Jones lah yang pertama kali
mengusulkan pembagian rasial (kasta)
di India yang melibatkan teori Invasi Arya-nya Max Muller. Usulan pembagian
kasta di India didukung oleh Herbeith Hope Risley, administrator
Inggris di India. ( Lihat William Jones dalam www.wikipedia.org/wiki/wlliam-jones(philologis).
Bahwa Th. 1891 Herbeith Hope Riesly Administrator Kolonial Inggris di India
menerbitkan buku berjudul STUDY ETNOLOGI
INDIA. Dan pada tahun 1901 Herbeith Hope Risley mengesahkan teori
rasialis (kasta) Max Muller dan
William Jones menjadi Undang-undang Kolonial yang diberlakukan diseluruh anak
benua India. Kolonial Inggris Mengesahkan UU Kolonial di India dengan mengadopsi
Catur Warna versi Kaum Indolog.
Bahwa Thomas
Trautman menyebut publikasi-publikasi tulisan Risley yang berjudul Study
Etnologi di India (1891) sebagai teori rasial peradaban India. Trautman
mengganggap H.H.Risley dan Max Muller sebagai arsitek kasta-isme di India.
( www.wikipedia.org/herbeit hope risley)
Dari hasil upaya dan strategi misionaris Kristen
yang berkedok Ilmuwan Indolog (Pencinta Adat, Budaya dan Agama Hindu) tersebut berdampak negatif
terhadap Agama Hindu di seluruh dunia sampai kini.
Dari publikasi
tulisan-tulisan Indolog (Max Muller dkk) tersebutlah muncul istilah Kasta yang
selalu dikait-kaitkan dengan Agama Hindu.
Di Umat Hindu Bali.
Bahwa umat Hindu di Bali JUGA tidak lepas dari cengkaraman
Misionaris. Para Misionaris Kristen datang ke Bali dengan mendomplengi Kolonialis Belanda.
Dengan Politik Etisnya
(Baliseering), Kolonial Belanda membentuk
RAAD VAN KERTHA th. 1882 M dan Mengesahkan UU Kolonial di Bali th 1910 M. Serta
mengangkat para hakim pengadilan Raad
Van Kerta dari kalangan Sulinggih.
Menurut
Geoffrey Robinson, tidak jarang mereka -
para Hakim Raad Van Kertha tidak
mengerti bahasa Melayu dan tidak mengerti Hukum Hukum Hindu. Untuk
keperluan itu Kolonial Belanda memproduksi dan memperbanyak lontar lontar, Antara
lain lontar lontar : Purwagama, Adigama, Agama, Kutara Manawa dan masih bahyak lagi lontar lontar,
yang diterjemahkan dari aslinya berbahasa Kawi (Jawa Kuno) kedalam bahasa Bali
dan bahasa Melayu untuk dijadikan pegangan oleh para Hakim Raad Van Kertha.
Geoffrey Robinson
mengomentari hal ini sebagai “REKAYASA
TRADISI BALI YANG PALING MENCENGANGKAN OLEH KOLONIAL BELANDA”. (
Geoffrey Robinson; Sisi Gelap Pulau Dewata, 2005 halaman 51).
BAHWA DENGAN
DEMIKIAN, DEMI KEMULIAAN WEDA BAHWA :
1. Lontar
Widisastra Tarpini dan Lontar Yadnya telah Menyimpangkan Weda dengan
memanipulasi Yayurweda XXXI.11
2.
Lontar Widisastra Tarpini dan Lontar Yadnya Prakerti telah
menyesatkan Umat Hindu terhadap keyakinan Kitab sucinya (Weda)
3.
Lontar Widisastra tarpini dan Lontar Yadnya Prakerti mengandung
unsur Penistaan Agama Hindu.
4.
Lontar Widisastra Tarpini dan Lontar Yadnya Prakerti
mengandung unsur Pencemaran nama baik keluarga Ki Bandesa, Ki Pasek, Ki Gaduh,
Ki Dangka, Ki Kubayan, Ki Ngukuhin lawan Ki Salain.
5.
Lontar
Widisastra tarpini dan Lontar Yadnya Prakerti mengandung unsur Penistaan
keluarga ; Ki Bandesa, Ki Pasek, Ki Gaduh,
Ki Dangka, Ki Kubayan, Ki Ngukuhin lawan Ki Salain.
6.
Lontar Widisastra Tarpini dan Lontar Yadnya prakerti
berpotensi DISALAH TERAPKAN dan DISALAH GUNAKAN di masyarakat Hindu di Bali.
7. PATUT
DIDUGA Bahwa : lontar Widisastra Tarpini
dan lontar Yadnya Prakerti adalah lontar lontar RE PRODUKSI kolonial atas PESANAN MISIONARIS yang telah di susupkan
Kepentingan Kolonialis : Devide et Impera
BAHWA
MELALUI SURAT INI SAYA MEMOHON :
1. Supaya
dikeluarkan Bhisama untuk menghapus nama nama : Ki Bandesa, Ki Pasek, Ki Gaduh,
Ki Dangka/Ki Adangka, Ki Kubayan, Ki Ngukuhin lawan Ki Salain/ Salahin dari Lontar lontar Widisastra Tarpini dan Lontar Yadnya Prakerti serta di lontar lontar lain yang juga memuat nama nama Leluhur
orang Bali dalam penjabaran Yayurweda
XXXI.11.
2. Dan apabila tidak bisa dilakukan
penghapusan nama nama Ki Bandesa, Ki
Pasek, Ki Gaduh, Ki Dangka/Ki Adangka, Ki Kubayan, Ki Ngukuhin lawan Ki Salain/
Salahin dari Lontar lontar Widisastra Tarpini dan Lontar
Yadnya Prakerti maka ke dua lontar tersebut HARUS di Musnahkan.
Bahwa dengan di
berlakukannya UU Penistaan Agama dan Pencemaran nama baik, maka : Penulis (anonim), Pencetak
dan Penyebar Lontar lontar
diatas DAPAT DIADUKAN KE PIHAK BERWAJIB,
dengan Delik Penistaan Agama, Penistaan terhadap warga dan Pencemaran nama
baik.
Om Santi Santi Santi Om
Matur Suksme.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar