Dengan melakukan upacara
yang dilandasi kitab suci Weda dan mengikuti tata cara adat
yang telah berlaku turun temurun, maka akan
mendapatkan kebahagiaan di dunia ini (jagaditha) dan kebahagiaan yang abadi
(Moksa).
Sistem perkawinan yang umum dilaksanakan oleh umat Hindu etnis Bali adalah dengan cara :
Sistem perkawinan yang umum dilaksanakan oleh umat Hindu etnis Bali adalah dengan cara :
A. Memadik/Meminang/Melamar
B. Merangkat/ Ngerorod
A. TATACARA
PERKAWINAN MEMADIK/ MEMINANG
1.
MENCARI HARI BAIK/ MEDEWASA AYU
Mencari hari baik (dewasa)
biasanya dilakukan oleh pihak pengantin pria, dengan cara minta petunjuk kepada
seorang Sulinggih atau seseorang yang sudah biasa memberikan dewasa (nibakang
padewasaan). Adapun dewasa yang diminta biasanya berurutan sesuai dengan
acara-acara dalam pelaksanaan upacara perkawinan, antara lain: dewasa pangenten
(pemberitahuan), dewasa mererasan (meminang/mapadik), dewasa penjemputan calon
pengantin wanita dan dewasa pawiwahan
2.
PEMBERITAHUAN
Pada hari ini orang tua
calon pengantin pria datang ke rumah calon pengantin wanita bertemu dengan
orang tuanya untuk bermusyawarah mengenai tujuan dari kedua calon pengantin
serta meminta persetujuan kepada orang tua calon pengantin wanita tentang hari
baik (padewasan sesuai dengan tahapan acara perkawinan), seperti mengumumkan kepada keluarga besar di
masing-masing kedua keluarga calon pengantin dan mengumpulkan keluarga besarnya
untuk bisa menyampaikan tentang tujuan keluarga calon pengantin serta memohon
bantuannya baik bersifat phisik maupun material.
3.
MEMINANG/MEMADIK
Pada hari ini keluarga
besar dari pihak calon pengantin pria datang ke rumah calon pengatin wanita
untuk meminang. Pada saat melamar, kadang-kadang masing-masing keluarga calon
pengantin mengungkap atau memaparkan silsilah keluarga. Pada saat melamar pihak
keluarga atau wakil keluarga dari calon pengantin laki-laki biasanya
mempersiapkan wakil keluarga yang akan menyampaikan silsilah keluarga, jika
pihak keluarga pengantin wanita menanyakan tentang silsilah keluarga calon
pengantin laki-laki. Mengungkap silsilah keluarga berguna untuk menghindari
adanya hubungan sedarah antara calon pengantin laki-laki dan calon pengantin
wanita, sehingga apabila hal itu terjadi pernikahan tersebut dapat dicegah
sebelum dilangsungkannya upacara pernikahan.
Acara memadik menggunakan upakara. Adapun upakara yang dibawa pada waktu memadik (meminang), antara lain:
Acara memadik menggunakan upakara. Adapun upakara yang dibawa pada waktu memadik (meminang), antara lain:
a.
Pejati, sebagai upakara
pesaksi untuk dihaturkan di pemerajan calon pengantin perempuan
b. Canang pangraos, ditambah dengan segehan putih
kuning asoroh.
c. Pagemelan (rarapan) atau saserahan.
Jenis dan jumlah
saserahan ini tergantung pada kesiapan, keseriusan, dan ketulusan keluarga
calon pengantin laki-laki. Seserahan dapat berupa berbagai macam kue,
buah-buahan, Pakaian sembahyang (pasaluk),
dan alat sembahyang.
4. UPACARA NGEKEB
Acara ini bertujuan untuk mempersiap-
kan calon pengantin wanita dari kehidup- an remaja menjadi seorang istri dan
ibu rumah tangga. Dengan cara : Pada sore hari (sehari sebelum acara boyongan/
penjemputan penganten wanita), seluruh tubuh calon pengantin wanita diberi
luluran yang terbuat dari daun merak, kunyit, bunga kenanga, dan beras yang
telah dihaluskan. Sesudah acara mandi
dan keramas selesai, dilanjutkan upacara
di dalam kamar pengantin. Sebelumnya dalam kamar itu telah disediakan sesajen.
Setelah masuk kamar calon pengantin
wanita tidak diperbolehkan lagi keluar dari kamar sampai calon suaminya menjemput. Pada saat acara penjemputan, seluruh
tubuh pengantin wanita mulai dari ujung kaki sampai kepala ditutupi selembar kain kuning tipis. Hal ini sebagai
perlambang bahwa pengantin wanita telah bersedia mengubur masa lalunya sebagai
remaja dan kini telah siap menjalani kehidupan baru bersama pasangan hidupnya.
5.
PENJEMPUTAN CALON PENGANTIN WANITA
Apabila calon pengantin
wanita tidak diboyong pada saat memadik, maka acara berikutnya adalah
penjemputan calon pengantin wanita oleh calon pengantin pria. Pada hari ini
calon pengantin pria diikuti oleh anggota keluarga beserta unsur-unsur prajuru
seperti ketua adat, dan sesepuh datang ke rumah keluarga calon pengantin wanita
untuk menjemput calon pengantin wanita. Pada hari ini umumnya pihak calon
pengantin pria membawa upakara berupa:
a.
Upakara mamerasan
berupa: (1) Pejati asoroh, (2) Canang burat mangi lengawangi, (3)
Segehan putih kuning asoroh, dan (4) Canang Pangerawos
b.
Sarana sebagai Penukar
Air Susu dan alas rare (aled rare) berupa: (1) Basan buat, (2) Kain saparadeg,
(3) Gelang, kalung, pupuk, dan (4) Handuk.
c.
Upakara Pengungkab
Lawang (jika dilakukan) berupa: (1) Pejati dan suci alit, (2) Peras
pengambean, (3) Caru ayam brumbun asoroh, (4) Bayekawonan , (5) Prayascita, (6)
Pangulapan, (7) Segehan panca warna, (8) Segehan seliwah atanding, dan (9)
Segehan agung.
Pengungkab lawang
merupakan acara untuk mempertemukan pertama kali calon pengantin pria dengan
calon pengantin wanita. Ngungkab lawang dilakukan pada upacara perkawinan
tingkat utama (Meminang/ memadik).
Tujuan dari acara ngungkab lawang adalah untuk menghormati keluarga calon pengantin wanita oleh keluarga calon pengantin pria sehingga hubungan kedua calon pengantin akan semakin harmonis, selaras dan serasi. Hal ini sesuai dengan sloka dalam kitab suci sebagai berikut:
Tujuan dari acara ngungkab lawang adalah untuk menghormati keluarga calon pengantin wanita oleh keluarga calon pengantin pria sehingga hubungan kedua calon pengantin akan semakin harmonis, selaras dan serasi. Hal ini sesuai dengan sloka dalam kitab suci sebagai berikut:
Yatra
nāryāstu pūjyante ramante tatra devatāh, yatraitāstu na pūjyante sarvās tatrā
phalah kriyāh
artinya
artinya
Di mana wanita dihormati, di sanalah para dewa merasa
senang, tetapi di mana mereka tidak dihormati, maka tidak ada upacara suci
apapun yang akan berpahala”.
Ngetok lawang diawali
dengan gending Bali/ syair weda oleh calon pengantin pria dari luar
misalnya sbb :
SYAIR / KIDUNG NGUNGKAB
LAWANG
Aku penganten pria, Engkau penganten wanita,
Aku kidung.
Dan engkau Syair,
Aku surga,
Dan Engkau bumi,
Kita akan tinggal disini bersama,
menjadi orang tua bagi anak-anak.
(Atharwaweda
XIV.2.71)
Dibalas oleh calon
pengantin wanita dari dalam rumah. Sbb:
Akulah bendera,
Akulah pemimpin,
Aku memiliki kepasihan yang unggul,
kekasihku bekerjasama denganku,
dan mengikuti kehendakku.
(RigWeda.X.159.2)
Kemudian calon pengantin
wanita dituntun oleh orang tuanya keluar
rumah membuka pintu, kedua calon
penganten saling mendekat, Kira-kira berjarak 3 meter, ke duanya saling lempar
sebundel daun betel berisi jeruk purut didalamnya, yang di-ikat dengan benang putih. Daun betel mempunyai kekuatan untuk tolak bala dari gangguan buruk. Dengan saling melempar
daun betel satu sama lain, membuktikan bahwa mereka benar-benar manusia sejati,
bukan setan atau orang lain yang menyerupai / menganggap dirinya sebagai pengantin laki-laki atau perempuan.
(daun betel dan jeruk dapat diganti daun sirih dan buah pinang)
Setelah itu orang tua mempelai
wanita membimbing tangan kanan calon mempelai wanita serta mengambil tangan
kanan calon mempelai pria, dan kedua tangan pananmempelai saling digenggamkan
dengan doa sebagai berikut :
DOA MENYERAHKAN CALON MEMPELAI WANITA
oleh ORANG TUA MEMPELAI WANITA
oleh ORANG TUA MEMPELAI WANITA
Om suddhah puta yosito yajniya ima.
Brahmanam hastesu pra prthak sadayami (
Atharwaweda
XI.I.27)
Om sumangalir iyam vadhur
Imam sameta pasyata
Saubhagyam asyai dattvaya
Athastam vi paretana ( Rgweda X.85.33)
Artinya :
Atas Restu Hyang Widdhi.
Kami berikan gadis yang murni, yang berbudi luhur dan yang suci ini kepada
Orang Bijak yang berpengetahuan tinggi.
Hyang Widdhi, Penganten Wanita
ini sangat beruntung. Wahai penganten
Pria yang lembut datanglah dan pandanglah dia. Berkatilah dia dengan
keberuntungan dan berangkatlah kerumahmu.
DIJAWAB
OLEH CALON MEMPELAI PRIA SBB
:
Mameyam
astu posya,
Mahyam
tvadad brhaspatih,
Maya
patya prajavati,
sam jiva saradah satam
(atharvaveda
xiv.1.52)
Artinya :
Engkau kekasihku, yang dianugrahkan Hyang Widdhi
kepadaku, aku akan mendukung dan melindungimu. Semoga engkau hidup berbahagia
bersama-ku dan anak keturunan kita sepanjang masa”.
Kemudian kedua mempelai mengkuti prosesi mebiyakala dan prayascita oleh
Pinandita. Dilanjutkan dengan sumpah
perkawinan, Kedua mempelai saling ber hadapan
muka dan kedua tangan mem- pelai
pria menggenggam kedua tangan mempelai wanita.
èSumpah
Perkawinanç
SMARA STAVA (dibaca
oleh penghulu nikah)
Om pranamya ta sang hyang smaram,
Prabodham asta kamas te,
Saha smara samara devi,
Misrosadhi suksma jnanam
Prabodham asta kamas te,
Saha smara samara devi,
Misrosadhi suksma jnanam
Om stutis tribyandvana purve,
Mama kayo ’gneyasanam,
daksine janma yauvanam,
Dharmavata nairrtitah
Mama kayo ’gneyasanam,
daksine janma yauvanam,
Dharmavata nairrtitah
Pascime ca yauvanam ca,
stri mado vayavyam,
uttare maro rathas ca,
airsanyam tu bandhah sthitah.
stri mado vayavyam,
uttare maro rathas ca,
airsanyam tu bandhah sthitah.
Ity ete smara puja ca,
nara suranugrahas,
tirupam surupam viryam,
prasiddhottama yauvanam.
nara suranugrahas,
tirupam surupam viryam,
prasiddhottama yauvanam.
Om om sang hyang smara deva puja ya namah svaha
UNTUK PENGANTIN PRIA UCAPKAN ( RigWeda
X.85.36)
WAHAI MEMPELAI WANITA: (Sebut
Namanya). DI HADAPAN HYANG WIDHI DAN PARA SAKSI, SAYA GENGGAM TANGANMU BAGI KEMAKMURAN. SEMOGA
ENGKAU DAPAT MENJADI PENDAMPING HIDUP SAYA, SEBAGAI ISTRI, SAMPAI AKHIR HAYAT.
UNTUK PENGANTIN WANITA UCAPKAN (Atharwaweda
XIV.2.63)
DIHADAPAN HYANG WIDHI DAN PARA SAKSI SAYA BERDOA SEMOGA ENGKAU;
SUAMI SAYA: (Sebut Namanya) SEMOGA BERUSIA PANJANG DAN DAPAT HIDUP BERSAMA SAYA
DENGAN PENUH SETIA SAMPAI AKHIR HAYAT
KEMUDIAN PENGHULU MEMBACAKAN MANTRA
BERIKUT :
Samrajni
svasure bhava,
samrajni svasrvam bhava,
nanandari samrajni bhava,
samrajni adhi devrsu. (Rgveda x.85.46)
samrajni svasrvam bhava,
nanandari samrajni bhava,
samrajni adhi devrsu. (Rgveda x.85.46)
Yantri
rad yantri asi yamani,
dhruva- asi dharitri (Yajurveda XIV.22)
dhruva- asi dharitri (Yajurveda XIV.22)
Virasup
devakama syona,
sam no bhava dvipade,
Sam catuspade. ( Rgveda X.85.43)
sam no bhava dvipade,
Sam catuspade. ( Rgveda X.85.43)
Agne
sardha mahate saubhagaya,
tava dyumnani-uttamani santu (Rgweda V.28.3)
tava dyumnani-uttamani santu (Rgweda V.28.3)
Anvarabhetham
anusam rabhetam,
atam lokam srad-dadhanah sacante (Atharwaweda VI.122.3)
atam lokam srad-dadhanah sacante (Atharwaweda VI.122.3)
Hasamudau
mahasa modamanau (Atharwaweda
XIV.2.43)
Artinya:
Wahai mempelai wanita, jadilah
nyonya rumah tangga yang sesungguhnya, dampingilah (dengan baik) ayah ibu
mertuamu, dampingilah (dengan baik) saudara saudari iparmu.
Wahai mempelai wanita, jadilah
pengawas keluarga yang cemerlang, tegakkanlah aturan keluarga, dan jadilah
penopang keluarga.
Wahai mempelai wanita, lahirkanlah
keturunan yang cerdas, gagah, dan berani, Bersembahyanglah selalu kepada Hyang Widdhi, jadilah insan yang ramah dan
menyenangkan kepada semua orang, dan peliharalah dengan baik hewan peliharaan ( harta benda) keluarga”.
Wahai orang yang mulia (mempelai
pria), berusahalah dengan keras untuk kemakmuran yang besar, semoga ke - masyuran
dan rejekimu menjadi unggul
Wahai pasangan suami isteri,
tekunlah bekerja dan tetaplah berkarya, hanya orang-orang yang bersungguh-sungguh
berhasil di dunia ini.
Wahai pasangan suami isteri ,
bersenang hatilah dengan kegiatan usahamu dan jalanilah hidup dengan riang
gembira
Kemudian dilanjutkan dengan penanda-tanganan
surat-surat nikah oleh kedua mempelai dan saksi-saksi. Setelah surat-surat
nikah selesai ditandatangani, acara selanjutnya adalah Nasehat Perkawinan yang
diberikan oleh : Ketua Adat, PHDI, dan Keluarga kedua mempelai.
Setelah nasehat
perkawinan selesai, dilanjutkan dengan doa Syukur bahwa acara pernikahan dapat
terlaksana dengan baik. Dimohonkan kepada semua hadirin mengucapkan doa sebagai
berikut :
DOA BERSAMA NIKAH
(dipimpin oleh penghulu/Juru Nikah)
Om ihena
vindra sam nuda cakravakeva dampati. (Atharwaweda
XIV. 2.64)
Om
sam jaspatyam suyamam astu devah
(Rgveda X.
85. 23)
Om
asthuri no garhapatyani santu
(Rgveda VI.
15. 19)
Om ihaiva stam ma vi yaustam,
visvam ayur vyasnutam,
kridantau putrair naptrbhih,
modamanau sve grhe (Rgveda X. 85. 42)
Om ihaiva stam ma vi yaustam,
visvam ayur vyasnutam,
kridantau putrair naptrbhih,
modamanau sve grhe (Rgveda X. 85. 42)
Om
Abhi vardhatam payasa,
Abhi rastrena vardhatam,
Rayya sahasra varcasa,
Imau stam anupaksitau.(Atharwaweda VI.78.2)
Abhi rastrena vardhatam,
Rayya sahasra varcasa,
Imau stam anupaksitau.(Atharwaweda VI.78.2)
Artinya :
Hyang Widdhi, Persatukanlah kedua
mempelai ini bagaikan angsa cakravakewa yang tidak pernah berpisah dengan pasangannya.
Hyang Widdhi, Semoga kehidupan
pernikahan ini tenteram dan bahagia.
Hyang Widdhi, Semoga hubungan
suami-istri ini tidak pernah putus dan dapat berlangsung selamanya.
Semoga pasangan suami-istri ini
tetap erat dan tak pernah terpisahkan, mencapai kehidupan yang penuh
kebahagiaan, tinggal di rumah dengan hati gembira, dan bersama bermain dengan
anak-anak dan cucu-cucu”
Hyang Widdhi, semoga pasangan suami istri
ini menjadi makmur, bersama dengan
kemajuan dan kemakmuran nasional, semoga mereka dikaruniai rejeki yang besar dan tidak habis-habisnya dan tumbuh
selamanya.
Setelah acara seremonial
nikah selesai, Acara dilanjutkan di Pemerajan
untuk melakukan persembahyangan
memohon doa restu dari Sang Hyang Guru dan para leluhur pihak pengantin wanita.
Selesai sembahyang dilanjutkan dengan sembah sungkem kepada kedua orang tua
calon pengantin wanita untuk mohon doa restu. Sembahyang di pemerajan merupakan
mohon doa restu secara niskala kepada
leluhur, sedangkan secara sakala adalah
mohon doa restu dari kedua orang tua.
A.
URUT-URUTAN CARA MERANGKAT/ NGEROROD
Pernikahan secara Ngerorod/Merangkat,
seluruh ritual dan administrasi Nikahnya dilakukan dipihak mempelai Pria.
Adapun urut-urutannya sbb :
DIRUMAH MEMPELAI PRIA
Sesampai di depan pintu
gerbang rumah calon pengantin pria. Kedua mempelai diberikan segehan putih
kuning, sebagai sarana penetralisir kekuatan yang bersifat negatif, karena kedua calon pengantin secara spiritual adalah
dalam kekuasaan kama (diliputi nafsu). Adapun doa/ syair yang dibacakan ( baik secara
Memadik maupun Ngerorod) sebagai berikut :
DOA PENYAMBUTAN MEMPELAI WANITA
OLEH KELUARGA MEMPELAI PRIA
DI RUMAH MEMPELAI PRIA
OLEH KELUARGA MEMPELAI PRIA
DI RUMAH MEMPELAI PRIA
Tetap sadar, sebagai
wanita yang pintar dan waspada, Menikmati
hidup yang penuh selama seratus tahun. Masukilah rumah ini sebagai ratu yang ideal, Semoga Hyang Widdhi menganugrahi engkau
usia panjang.
(Atharwa Weda XIV.2.75)
(Atharwa Weda XIV.2.75)
Kemudian kedua mempelai diantar
ke depan dapur untuk melaksanakan penyucian kecil, yaitu diperciki tirta pabayekaonan, maprayascita dan terakhir
ngayab upakara peras pengambean dan dapetan. Maksud penyucian ini adalah
penyucian pertama dari sebel kandelan pengantin karena menempuh cara
ngerorod/merangkat.
6.
UPACARA
PERKAWINAN (WIWAHA SAMKARA) DIRUMAH
PENGANTIN PRIA
a.
Upacara
makala-kalaan/sarira samkara
Upacara makala-kalaan
bertujuan untuk membentengi kehidupan perkawinan dari gangguan Bhutakala. Upacara
ini dituju-kan kepada bhūtakala, semacam pemberi- tahuan
kepada para bhutakala bahwa kedua mempelai telah secara sah terikat dalam perkawinan dan
jangan meng-ganggu kehidupan perkawinan mereka.
Upacara makala-kalaan juga
disebut upacara bhūta saksi atau pertiwi saksi.
Selain itu tujuan dari upacara makala-kalaan adalah untuk menghilangkan dan sekaligus menyucikan kedua pengantin dari segala mala atau menyucikan sukla dan swanita.
Selain itu tujuan dari upacara makala-kalaan adalah untuk menghilangkan dan sekaligus menyucikan kedua pengantin dari segala mala atau menyucikan sukla dan swanita.
Dalam pelaksanaan
upacara makala-kala an digunakan beberapa uparengga. Uparengga yang
dipergunakan pada upacara makala-kalaan memiliki fungsi sebagai bahasa isyarat
dan symbol yang mengandung nilai-nilai filsafat/tattwa yang sangat tinggi dan dalam. Adapun uparengga
yang dipergunakan adalah:
1. Sanggah Surya /Api suci
2. Kalabang Kala Nareswari (Kala Badeg),
3. Tikeh dadakan (tikeh kecil),
4.
Benang putih,
5. Tegen-tegenan,
6. Suhun-suhunan (sarana junjungan),
7. Sapu lidi tiga katih ,
8. Sambuk (serabut) kupakan,
9. Kulkul berisi berem
10. Tetimpung
Dalam rangkaian upacara
makala-kalaan ada sarana yang dipergunakan yaitu tetimpug yang dibuat
dari tiga buah potong bambu yang masing-masing ada ruasnya, yaitu lima
ruas atau tujuh ruas.
Ketiga potong bambu ini
diikat jadi satu kemudian dibakar di atas tungku bata yang dibuat pada saat upacara makala-kalaan. Makna
yang terkandung adalah secara niskala memanggil para bhūta kala bahwa upacara segera
dimulai.
Kedua pengantin menghadapi upakara dengan posisi duduk. Pengantin wanita berada di sebelah kiri pengantin pria, kemudian kedua penganten natab banten bayakawonan, dan maprayascita sebagai pembersihan. Selesai natab biyakaonan dan prayascita kedua pengantin menuju ke tempat mategen-tegenan
Kedua pengantin menghadapi upakara dengan posisi duduk. Pengantin wanita berada di sebelah kiri pengantin pria, kemudian kedua penganten natab banten bayakawonan, dan maprayascita sebagai pembersihan. Selesai natab biyakaonan dan prayascita kedua pengantin menuju ke tempat mategen-tegenan
b.
Metegen-tegenan dan suun-suunan
Penganten pria memikul tegen-tegenan.
Pengantin wanita menjunjung suhun-suhunan, sambil membawa sapu lidi tiga biji,
keduanya berjalan mengelilingi sanggah surya ( bisa juga Api
suci/Agni horta) ke arah purwa daksina (arah jarum jam). Posisi
penganten pria di depan dan
penganten wanita dibelakang kedua sabuk saling diikatkan kuat-kuat,. Pada
tujuh langkah pertama ( Saptapadi ), Kedua Pengantin
berjalan tujuh langkah bersama untuk menandai awal
perjalanan mereka melalui kehidupan bersama.
Setiap langkah merupakan sumpah perkawinan:
Tujuh langkah bersama
(SAPTAPADI)
(SAPTAPADI)
Langkah
:
1.
Hyang Widdhi kami suami isteri
akan saling menghargai dan menghormati
satu sama lain.
2.
Hyang Widdhi kami suami-isteri
akan selalu setia dan saling percaya
satu sama lain.
3.
Hyang Widdhi, kami suami isteri
akan saling berbagi dalam suka maupun duka dan saling mendukung dalam suka dan duka.
4.
Hyang Widdhi kami suami-isteri
akan merawat dan mendidik anak-anak kami dengan nilai-nilai Dharma , selalu
hormat kepada orang tua, ayah-ibu mertua, saudaraa saudara ipar dan kerabat.
5.
Hyang Widdhi kami suami-isteri
akan mengikuti prinsip-prinsip Dharma dan
melaksanakan kewajiban sebagai umat Hindu.
6.
Hyang Widdhi kami suami-isteri
akan selalu memeilhara ikatan pernikahan ini dengan sungguh-sungguh, memelihara
persahabatan dengan sahabat-sahabat kami, menghormati para guru,
para dwijati dan para pemimpin.
7. Hyang
Widdhi, kami suami-isteri akan selalu menumbuhkan apresiasi terhadap Ilmu
pengetahuan, nilai-nilai pengorbanan dan pelayanan.
Diteruskan dengan berkeliling sebanyak 7 kali. Pada setiap
putaran, kedua mem- pelai menendang serabut kelapa belah tiga (kala
sepetan) yang di dalam- nya berisi telor, dan diikat dengan benang tridhatu.
Sebagai tekad bahwa kedua mempelai secara bersama-sama siap
menyingkirkan segala cobaan yang dihadapi
dalam kehidupan rumah tangganya kelak. Berkeliling sambil bersama sama mengucapkan doa sbb :
DOA MENGELILINGI
SANGGAH SURYA / API SUCI
Penganten Pria : Bhs Sansekerta
Penganten Wanita : Bhs Indonesia
Penganten Pria : Bhs Sansekerta
Penganten Wanita : Bhs Indonesia
1. Om Samanjantu waswe dewah,
sam apo hrdayani nau (Rgweda. X.85.47)
sam apo hrdayani nau (Rgweda. X.85.47)
Semoga para dewa mempersatukan hati kami berdua
2.
Om sam jaspatyam
suyamam astu dewah
(RgWeda X.85.23)
Semoga Hyang Widdhi
memberi kebahagiaan dan ketentraman pada kehidupan pernikahan kami.
3.
Om prajam pustim
bhukim asmasu dhattam
(Rgweda VIII.59.7)
Semoga Hyang Widdhi menganugrahkan anak
cucu dan rejeki yang melimpah kepada
kami.
4.
Om Sunrtawantah
subhaga,
irawanto hasamudah (Atharwaweda VII.60.6)
irawanto hasamudah (Atharwaweda VII.60.6)
Semoga Hyang Widdhi menganugrahi kami
kemakmuran, kegembiraan dan memiliki rejeki
yang melimpah.
5.
Om Yatra suhardah
sukrto madanti,
wihaya rogam tanwah swayah ( Atharwaweda VI.120.3)
wihaya rogam tanwah swayah ( Atharwaweda VI.120.3)
Semoga kami bisa membuat rumah-rumah kami bagaikan sorga, dan
orang-orang berpikiran mulia, saleh dan sehat bertempat tinggal dirumah kami
dengan ring gembira.
6.
Om swasti
matra-uta pitre no astu,
swasti gobhyo jagate purusebhyah (atharwaweda I.31.4)
swasti gobhyo jagate purusebhyah (atharwaweda I.31.4)
Semoga ada kesejahteraan untuk orang tua
kami, semoga semua sapi betina dan seluruh umat manausia berbahagia.
7.
Om payasca rasas
ca annam ca,
Annadyam srtah ca satyam ca,
Istam ca purtam ca,
Praja ca pasawasi ca (Atharwaweda XII.5.10)
Annadyam srtah ca satyam ca,
Istam ca purtam ca,
Praja ca pasawasi ca (Atharwaweda XII.5.10)
Semoga terdapat susu, sari buah, makanan,
beras , ketertiban, kebenaran,
persembahan, perbuatan-perbuatan yang murah hati, anak-cucu dan kemakmuran dirumah
tangga kami .
Setelah makala-kalaan serabut kelapa tersebut ditaruh di bawah tempat tidur pengantin.
c.
Medagang-dagangan.
Pada saat
madagang-dagangan penganten wanita duduk di atas serabut kelapa, mengadakan
tawar menawar hingga terjadi transaksi antara pengantin pria dan pengantin
wanita yang ditandai dengan penyerahan barang dagangan serta pem- bayarannya.
Akhir dari medagang-dagang-an adalah merobek tikeh dadakan yang dipegang
oleh pengantin wanita dengan kedua tangannya dan pengantin pria mengambil keris
kemudian merobek tikeh dadakan tersebut yang diawali dengan menancapkan
keris ke tikeh dadakan. dan
dilanjutkan dengan mengambil tiga sarana kesuburan yaitu keladi, kunyit, dan
andong, yang kemudian dibawa oleh kedua pengantin ke belakang sanggah kemulan
untuk ditanam. Kemudian memutuskan benang yang kedua ujungnya
diikatkan pada dua cabang pohon dapdap. Selesai memutus- kan benang kedua
penganten kemudian mandi untuk membersihkan diri.
d.
Mandi/ Angelus Wimoha
Mandi untuk membersihkan
diri ini disebut ”angelus wimoha’, yang memiliki tujuan pembersihan secara lahiriah, dan
nyomya kekuatan asuri sampad yang
masih ada dalam diri kedua mempelai menjadi
kekuatan Daiwi sampad atau nyomya kala bhūta nareswari menjadi Sang Hyang Smarajaya dan Smara Ratih.
Sehabis mandi kedua
mempelai berganti pakaian, memakai pakaian kebesaran dan berhias untuk melakukan
upacara dewa
saksi di sanggah
pemerajan.
e.
Upacara Widhi Widhana
Upacara widhi
widhana/majaya-jaya dilakukan setelah selesai melaksanakan upacara
makala-kalaan (Setelah mandi)
Rangkaian upacara widhi widhana /majaya-jaya ini diawali dengan puja yang dilakukan oleh sang pemuput upacara (Pandita/Pinandita). Setelah sang pemuput upacara selesai mapuja dilanjut- kan dengan persembahyangan yang dilakukan oleh kedua pengantin. Sebelum melakukan persembahyangan kedua pengantin diperciki tirta panglukatan dan dilanjutkan tirta prayascita.
Rangkaian upacara widhi widhana /majaya-jaya ini diawali dengan puja yang dilakukan oleh sang pemuput upacara (Pandita/Pinandita). Setelah sang pemuput upacara selesai mapuja dilanjut- kan dengan persembahyangan yang dilakukan oleh kedua pengantin. Sebelum melakukan persembahyangan kedua pengantin diperciki tirta panglukatan dan dilanjutkan tirta prayascita.
Persembahyangan diawali
dengan puja trisandya, kemudian dilanjutkan dengan panca sembah. Selesai
sembahyang kedua pengantin diperciki tirtha pekuluh dari pemerajan atau
pura-pura, dan dilanjutkan dengan memasang bija. Kemudian natab banten sesayut (sesayut nganten). Selesai natab banten sesayut, kedua pengantin
diberikan tetebus (benang) dan dipasangkan karawista dan bija. Kemudian dilanjutkan
dengan mengucapkan sumpah perkawinan oleh kedua mempelai dan penandatanganan surat-surat nikah oleh kedua
mempelai dan saksi-saksi.Acara selanjutnya Nasehat
Perkawinan : Oleh Ketua Adat, PHDI dan Keluarga
kedua Mempelai.
Setelah semua berkas
pernikahan ditanda tangani, dimohonkan kepada semua hadirin untuk mengucapkan
doa Syukur bahwa pernikahan telah berlangsung secara lancer dan sah. Sumpah dan
Doa Syukur perkawinan dengan cara ngerorod sama dengan sumpah dan doa yang
diucapkan dalam perkawinan dengan cara Memadik/Meminang. Yang membedakan adalah tidak ada doa mengungkap lawang/Doa restu
dari pihak mempelai wanita. .
f.
Majauman
Majauman merupakan
rangkaian terakhir upacara perkawinan umat Hindu etnis Bali. Majauman merupakan kunjungan resmi yang
bersifat religius dari pihak pengantin pria ke rumah pengantin wanita yang
dilakukan setelah upacara pernikahan selesai.
Majauman berasal dari
kata ”jaum” di mana fungsi jaum atau jarum adalah untuk merajut atau menyatukan
kembali, maka makna majauman dalam rangkaian upacara perkawinan adalah untuk
menyatukan kembali dua buah keluarga yang bersitegang (biasanya karena salah
satu pihak keluarga tidak merestui karena perbedaan soroh/wangsa/ kasta,
sehingga diambil cara pernikahan ngerorod/ merangkat.
Majauman biasa-nya
dilakukan apabila kedua penganten ngarorod/ merangkat. Arti mejauman adalah menyatukan kembali dua
buah keluarga yang tadinya retak atau marah akibat anak gadisnya dilarikan oleh
calon pengantin pria.
Majauman juga berarti memberitahukan kehadapan Hyang Guru dan para leluhur dipihak penganten wanita karena sebelum nya tidak sempat pamit, bahwa kedua pengantin telah menyatu dalam sebuah upacara perkawinan, serta mohon doa restu agar selalu melindungi perkawinan atau rumah tangga kedua pengantin, sehingga selalu dalam keadaan harmonis.
Majauman juga berarti memberitahukan kehadapan Hyang Guru dan para leluhur dipihak penganten wanita karena sebelum nya tidak sempat pamit, bahwa kedua pengantin telah menyatu dalam sebuah upacara perkawinan, serta mohon doa restu agar selalu melindungi perkawinan atau rumah tangga kedua pengantin, sehingga selalu dalam keadaan harmonis.
CATATAN PINGGIR
Kebiasaan pernikahan selama ini di
Bali seluruhnya dilakukan di rumah mempelai Pria, karena pernikahannya
dilakukan secara Ngerorod/Merangkat. Sehingga pihak mempelai wanita sangat
pasif.
Di era yang makin maju, dimana per-nikahan
antara kedua mempelai sudah mendapat restu kedua orang tua, sebaik-nya
pernikahan dilakukan dengan cara meminang/memadik.
Tradisi merangkat/ ngerorod dijaman
dahulu dilakukan untuk mensiasati kakunya sistem soroh/wangsa atau kasta. Pernikahan
dengan system Ngerorod/ Merangkat sangat merugikan pihak wanita, Karena hak-hak
keperdata-annya (perlindungan hukumnya sangat lemah).
Di jaman kini dimana pemahaman umat
terhadap kitab Weda sudah semakin baik, dimana hak-hak wanita makin dihargai. Sebaiknya smara
Stava dan administrasi nikah/Surat-surat Nikah nya dilakukan saat mempelai
wanita mau diboyong ke rumah mempelai pria,
dengan catatan : banten
untuk biyakaon dan rayascita
dibawa oleh pihak mempelai Pria.
Smara Stava dan Administrasi Nikah
di-selesaikan dirumah mempelai Wanita, supaya mempelai wanita mempunyai kepastian hukum . Dalam hal
ini acara ngungkab lawang diutamakan sehingga pada saat mempelai wanita
meninggalkan rumah orang tuanya, secara niskala dan sekala sudah dalam keadaan
bersih dan secara hukum keperdataan/hukum negara juga sudah terjamin. Dan
sekaligus merupakan bentuk penghormatan pihak mempelai pria kepada pihak
mempelai wanita dan keluarga besarnya.
Dalam
buku ini, sengaja penulis sertakan doa/kidung/syair-syair pada setiap tahap
pernikahan, karena selama ini biasanya pihak kedua mempelai bersikap pasip,
semua doa mantranya sudah diwakilkan kepada pemuput nikah/ Jero Mangku.
Buku
ini sebagai usulan dalam tatacara pernikahan Hindu Etnis Bali. Buku ini memadukan antara tradisi kitab Weda dan kebiasaan turun
temurun. Dalam buku ini, kedua mempelai
dan orang tua mempelai ikut aktif membaca doa-doa/ kidung/ syair sesuai tahapan
pernikahan.
Dapat pula meminta bantuan Jro Dalang yang khusus
ditunjuk ( semacam MC ) sebagai pranata
adicara, untuk memandu dan melantunkan doa-doa/kidung/syair sesuai dengan urut-urutan upacara. Tugas Jero dalang adalah
sebagai master of ceremony, sedangkan jero mangku/pinandita menghantarkan
doa/puja bebantenan.
Kidung-kidung
yang dilantunkan disesuai kan dengan urut-urutan
upacara. Kidung bisa diambil dari kekawin Ramayana saat Sri Rama meminang Dewi
Sita, atau ke-kawin Arjuna wiwaha yang
mengisahkan pernikahan Arjuna dengan
bidadari dewi Supraba atau Kekawin
Hariwangsa/ kekawin krsnayana yaitu pernikanan Sri Krsna dengan Dewi Rukmini
yang saling mencintai tetapi tidak
direstui oleh ayah mempelai wanita sehingga ditempuh cara kawin Ngerorod / Merangkat/kawin lari.
Dalam
pernikahan model Krsnawiwaha, Sri Kresna meminta Dewi Rukmini sebagai kusir kereta, ini dimaksudkan
bahwah mempelai wanita (Rukmini) bukan dilarikan oleh mempelai pria (Sri Krsna)
tetapi Rukmini melarikan Sri Krsna. Peristiwa ini merupakan isyarat Sri Krsna kepada setiap keluarga bahwa isterilah yang mengatur/ menjalankan manajemen keluarga
(Kusir),.dan suami sekuat tenaga dan pikiran memuluskan jalan dengan bekerja
keras mencari artha.
Tatacara
upacaranya di tunjukkan saat melakukan Saptapadi / saat mengelilingi sangah
surya/Api suci, mempelai wanita berada
didepan mempelai pria. yaitu selama 7 putaran mengelilingi Api suci/ Sanggah
Surya mempelai wanita me mimpin dengan berada didepan, atau bisa juga 4 putaran
wanita mempimpin dan 3 putaran pria yang memimpin atau sebaliknya.
Doa-doa/syair-syair
weda yang penulis cantumkan ada yang memakai bahasa Indonesia saja tanpa
mencantukan bahasa sansekerta, karena penulis masih mencari bahasa aslinya
(Sansekerta). Apabila pembaca menemukan bahasa sansekerta-nya bisa
ditambahkan dalam lampiran. Atau dikirimkan ke penulis. Dan juga kritik dan
sarannya, sehingga dalam penerbitan yang akan datang dapat disempurnakan.
Peralatan Mekala-kalaan dan symbol
upacara adat perkawinan Bali
·
Sanggah Surya/bambu melekung merupakan
niyasa (simbol) istana Sang Hyang Widhi Wasa, ini merupa-kan
istananya Dewa Surya. Sebagai saksi utama pernikahan. Di sebelah kanan digantungkan biyu lalung simbol kekuatan
purusa dari Sang Hyang Widhi dan Sang Hyang Purusa ini
bermanifestasi sebagai Sang Hyang Semara Jaya sebagai dewa
kebajikan,ketampanan,kebijaksanaan, simbol pengantin pria, di sebelah kiri sanggah digantungkan sebuah
kulkul berisi berem simbol kekuatan prakerti Sang Hyang Widhi ( Hyang Semara Ratih) dewi kecantikan serta kebijak- sanaan simbol
pengantin wanita.
·
Kelabang
Kala Nareswari ( Kala -Badeg) simbol
calon pengantin yang diletakkan sebagai alas upacara mekala-kalaan
serta diduduki oleh kedua calon pengantin.
·
Tikeh
Dadakan (tikar kecil) Tikar yang
diduduki oleh pengantin wanita sebagai simbol selaput dara (hymen) dari
wanita. Kalau dipandang dari sudut spiritual, tikar adalah sebagai simbol kekuatan Prakerti ( yoni).
·
Keris sebagai kekuatan Purusa/ lingga. Biasanya nyungklit keris,
dipandang dari sisi spritualnya sebagai lambang pengantin pria.
·
Benang Putih sepanjang setengah
meter, terdiri dari 12 bilahan benang menjadi satu, serta pada kedua ujung
benang masing-masing dikaitkan pada cabang pohon dapdap setinggi 30 cm. Angka
12 berarti simbol dari sebel 12 hari. Dengan mekala-kalaan otomatis sebel pengantin yang
disebut sebel kandalan menjadi sirna dengan upacara penyucian tersebut. Dari
segi spiritual benang ini sebagai simbol dari lapisan kehidupan, berarti sang
pengantin telah siap untuk meningkat kan alam kehidupan Brahmacari Asrama
menuju Grhasta Asrama.
·
Tegen –
tegenan, merupakan simbol dari tanggung jawab sekala-niskala. Adapun
Perangkat tegen-tegenan ini :
1.
Batang tebu : Kehidupan dijalani
secara bertahap seperti tebu, ruas demi
ruas, secara manis.
- Cangkul : simbol Ardha Candra. Cangkul sebagai alat bekerja, berkarma berdasarkan Dharma.
- Periuk simbol windhu.
- Buah kelapa simbol Brahman
- Seekor yuyu/kepiting simbol bahasa isyarat memohon keturunan dan kerahayuan.
·
Suwun-suwunan
(sarana jinjingan) Berupa bakul yang dijinjing oleh mempelai
wanita yang berisi: talas, kunir, beras
dan bumbu-bumbuan melambangkan tugas wanita atau istri mengembangkan benih dari
suami, dan diharapkan seperti pohon kunir dan talas yang berasal dari bibit yang kecil berkembang
menjadi besar.
·
Dagang-dagangan melambangkan
kesepakatan dari suami istri untuk membangun rumah tangga dan siap menanggung
segala resiko yang timbul akibat perkawinan tersebut.
·
Sapu lidi (3 lebih). Simbol Tri
Kaya Parisudha. Pengantin pria dan wanita saling mencermati satu sama lain,
isyarat saling memperingatkan serta saling memacu agar selalu ingat dengan
kewajiban melaksanakan Tri Rna berdasarkan ucapan, prilaku dan pikiran
yang baik. Disamping itu memperingatkan agar tabah menghadapi cobaan dalam
menjalani kehidupan berumah tangga.
·
Sambuk
Kupakan (serabut kelapa). Serabut
kelapa dibelah tiga, di dalamnya diisi sebutir telor bebek, kemudian dicakup
kembali di luarnya diikat dengan benang berwarna tiga (tri datu). Serabut
kelapa berbelah tiga simbol dari Triguna (satwam, rajas, tamas). Benang Tridatu
simbol Tri Murti mengisyaratkan kesucian. Telor bebek simbol manik.
Kedua Mempelai saling tendang serabut kelapa sebanyak tiga kali, setelah itu
serabut tsb. diduduki oleh pengantin wanita. Ini mengandung pengertian Apabila
mengalami perselisihan agar bisa saling mengalah, dan selalu ingat dengan penyucian diril Selesai
upacara, serabut kalapa ini diletakkan di bawah tempat tidur mempelai.
·
Tetimpug adalah bambu tiga batang yang dibakar dengan api dayuh yang
bertujuan memohon penyupatan dariSang Hyang Brahma
èMatur
suksmeç
Sebagai bahan perbandingan, berikut
di sertakan urut-urutan gending Jawa dalam Resepsi
pernikahan adat Jawa
1. Pengantin pria datang ke upacara
pewiwahan diiringi gending Ladrang, yaitu "Ladrang Wilujeng" atau Ladrang Rajamanggala
2. Pengantin putri masuk ke upacara
pawiwahan. Iringan gending yang digunakan adalah Ketawang Puspawarna atau Ketawang Sekartejo.
3. Setelah pengantin pria sampai di depan pintu masuk yang telah ditentukan, pengantin pria berhenti. Selanjutnya pengantin putri berjalan menjemput pengantin pria sambil saling lempar sebuntel daun sirih, dengan di bimbing dukun nganten diiringi dengan gending "Kodok Ngorek" . Setelah nginjak telur dan membasuh kaki kedua mempelai
berjalan masuk menuju kursi mempelai
diiringi gending Ketawang
Laras Maya hingga duduk di kursi pengantin. Antara gending Kodok ngorek ini biasanya
langsung dilanjutkan gending
Ketawang Laras Maya.
4. Setelah mempelai duduk di kursi pelaminan, diadakan upacara adat Jawa. Antara lain Dahar Klimah atau Dulang-dulangan, Titik Pitik, Ngabekten atau Sungkeman. Pada acara ini biasanya diiringi gending Ladrang Sriwidodo,
Jika seluruh rangaian upacara adat
jawa tersebut dilaksanakan, membutuhkan waktu sekitar 4 jam
èSelesaiç
Selamat menempuh Hidup Baru
Semoga selalu berbahagia
Semoga selalu berbahagia
ING
Mudiarcana & Keluarga
Sri Wisnu-Sri Laksmi
Suka berkunjung ke setiap keluarga yang
keadaan rumahnya selalu bersih, hidup rukun dan
selalu memuja Hyang Widdhi, untuk membawakan apa yang pemujanya belum punya dan menjaga apa yang pemujanya
sudah punya. (BG.IX.22)
KIDUNG
MANUSA YADNYA (PERKAWINAN)
Kawitan Tantri - Pendahuluan.
1.
Wuwusan Bhupati. Ring Patali
nagantun. Subaga wirya siniwi. Kajrihin sang para ratu. Salwaning jambu
warsadi. Prasama hatur kembang tahon.
2. Tuhu tan keneng api. Pratapa sang prabu Kesyani ruktyeng sadnyari.
Sawyakti Hyang Hari Wisnu. Nitya ngde ulaping ari. Sri dhara patra sang katong.
Sawyakti Hyang Hari Wisnu. Nitya ngde ulaping ari. Sri dhara patra sang katong.
3. Wetning raja wibawa, mas manik penuh. Makinda yutan ring bahudanda. Sri
Narendra, Sri Singapati, Ujaring Empu Bhagawanta. Ridenira panca-nana.
Bratang penacasyan. Hatur Hyang Dharma nurageng bhuh.
Bratang penacasyan. Hatur Hyang Dharma nurageng bhuh.
4. Kadi kreta yuga swapurneng nagantun Kakwehan sang yati.
Sampun saman jayendrya. Weda Tatwa wit.Katinen de Sri Narendra.
Nityasa ngruci tutur. Tan kasareng. wiku apunggung wyara brantadnya ajugul.
Sampun saman jayendrya. Weda Tatwa wit.Katinen de Sri Narendra.
Nityasa ngruci tutur. Tan kasareng. wiku apunggung wyara brantadnya ajugul.
Demung Sawit (bawak, dawa)
1. Tuhu atut bhiseka Nrapati. Sri Eswaryadala.
Dala kusuma patra nglung, Eswarya raja laksmi. Sang kulahamenuhi rajya. Kwening bala
diwarga. Mukya sira. Kryana patih
Sangniti Bandeswarya patrarum.
2. Nityasa angulih- ulih amrih sutrepting nagara, lan sang paradimantriya.
Tuhu widagda ngelus bhumi. Susandi tinut
rasaning aji, Kutara manawa. Mwang
sastra sarodrsti. Matangyan tan hanang
baya kewuh.
3. Pirang warsa Sri Nrapati Swaryadala.
Tusta ngering sana. Kaladiwara hayu. Sri narapati. Lagya gugulingan ring taman. Ring yaca ngurddha angung-gul. Yayamireng
tawang. Tinum pyata tinukir. Kamala kinanda-kada. Langu inipacareng santun.
4. Mangamyat kalangenikang nagara.
Tisoba awiyar. Indra bhuwana nurun, Kweh tang pakwana titip. Pada kabhi nawa. Dening sarwendah linuhung. Liwar sukanikang wong. Anamtami kapti. Arumpuka sari sama angrangsuk bhusana aneka marum.
Sumber : Dari berbagai sumber
Artikel lainnya :
Tisoba awiyar. Indra bhuwana nurun, Kweh tang pakwana titip. Pada kabhi nawa. Dening sarwendah linuhung. Liwar sukanikang wong. Anamtami kapti. Arumpuka sari sama angrangsuk bhusana aneka marum.
Sumber : Dari berbagai sumber
Artikel lainnya :